Warga Serae Korban Penganiayaan di Kolo Lalu, Akui Proses Kesepakatan Damai Berbelit-belit
Surat kesepakatan damai kasus antara warga asal Kelurahan Serae dan Kelurahan Kolo, Kota Bima yang dibuat sejak bulan Februari 2021 lalu. METEROmini/Dok |
KOTA BIMA - Seorang pemuda Kelurahan Sarae Fahrul (26) yang jadi korban pengeroyokan perkelahian di Pantai Buntu, Kelurahan Kolo di awal tahun baru 2021 lalu menderita kerugian kehilangan handphone dan motor miliknya dibakar sekelompok warga.
Setelah kejadian itu, Fahrul bercerita, saat itu dirinya sedang duduk dan menonton acara orgen tunggal di Pantai Buntu. Seorang adiknya yang sedang joget dan tiba-tiba disikut seorang pria berambut gondrong yang memakai anting dan berbaju putih.
“Karena adiknya dianggap ada masalah, saya melerai dan membawa adik saya ke tempat lain,” katanya, Senin (4/1/2021) lalu.
Diakui Fahrul, saat ia membawa adiknya, tiba-tiba terjadi insiden pembacokan. Namun, korban pembacokan itu tiba-tiba datang menghampiri dan memegang tangan Fahrul sambil berteriak bawah Fahrul adalah teman dari pelaku pembacokan.
"Saya tidak ada hubungannya dengan kasus pembacokan itu. Malah saya jadi korban pengeroyokan warga sekitar. Selain motor saya dibakar, HP saya juga diambil warga yang mengeroyok saya," ceritanya.
Atas kejadian itu, Fahrul akhirnya melaporkan kejadian penganiayaan dan perampokan serta pengrusakan motornya itu ke Polisi. Selain alami kerugian materi, ia juga mengalami luka serius di sekujur tubuh.
Beberapa waktu kemudian. Lantaran, proses penanganan hukum perkara tersebut dinilai lamban. Warga di Kelurahan Serae sempat melakukan pemblokiran jalan dan mendesak penuntasan kasus tersebut.
Alhasil, terjadi mediasi yang dilakukan di kantor Polsek Asakota dan kedua belah pihak menyepakati beberapa kesepakatan yang telah dibuat.
Orang tua Fahrul, Ridwan Jamaludin mengaku, dalam proses damai yang terjadi selama ini sepertinya menganggap kebaikan dari pihaknya dipandang sebelah mata. Sebab, kata dia, di tengah kerugian terbakarnya motor dan kehilangan HP serta luka yang dialami anaknya, kesepakatan uang damai sebesar Rp7,5 juta yang jauh dari harapan pihak keluarga ini pun dibayar secara cicil.
"Kerugian materil dan fisik keluarga kami tentu tak sebanding dengan uang sebesar Rp7 juta sebagaimana dalam surat pernyataan damai yang akhirnya dinaikkan menjadi Rp7,5 juta itu. Kesepakatan damai ini, lebih karena kami menghargai pihak Ketua RT, Pemerintah Kelurahan hingga aparat keamanan dalam kasus ini," ujar Ridwan, Senin, 12 April 2021.
Namun, kata dia, dalam upaya proses damai ini terkesan seperti pihak yang membayar utang dan terasa seperti ingin ditipu. Diakuinya, uang yang telah diterimanya semenjak proses damai yang dilakukan di bulan Januari 2021 lalu hingga saat ini baru sebesar Rp5 juta. Itupun diterimanya berkali-kali.
"Kami menerima uang damai dari perkara yang dialami anak saya ini baru sebesar Rp5 juta. Dan diterimanya pun berkali-kali. Awalnya, kami ingin damai karena sebelumnya banyak pihak dari komponen Pemerintah yang mau tanggung jawab untuk membayar lunas uang damai ini," ungkapnya.
"Dan cara penyelesaian perdamaian ini di luar dari sangkaan pihak keluarga kami sebelumnya. Selain, berbelit-belit. Kebaikan dari sisi kami yang ingin baik dalam masalah ini tak dihargai sepenuhnya," sambung pria berusia 47 tahun itu.
ia pun mengaku, pihaknya bersama beberapa orang keluarganya sudah melakukan silaturahmi ke rumah Lurah Serae dan mempertanyakan kejelasan tentang komitmen perdamaian ini. Namun, hasil pembicaraan bersama Lurah Serae belum ada gambaran pasti penyelesaian masalah ini secepatnya.
"Komitmen yang disepakati saat damai itu, memang kami menyanggupi akan mencabut laporan polisinya. Dan bagaimana ini mau dicabut, kalau pembayaran yang sudah cukup kami ringankan dari kesepakatan damai saja masih setengah hati ingin dilunasi," terangnya.
Ia pun berharap, sebagaimana janji Lurah Serae dan pihak aparat keamanan yang akan membantu dalam kesanggupan pelunasan uang damai ini, bisa diselesaikan secepatnya. Pihaknya pun akan mencabut laporan dan masalah ini selesai dan tak berlarut-larut keadaanya yang menjadi pertanyaan dari pihak keluarganya selama ini.
"Kami harap pihak yang sudah mengaku bertanggung jawab atas masalah ini, pro aktif untuk mau menyelesaikan dengan segera. Kalau semua komitmen sudah ditunaikan, kami pun akan mencabut laporannya. Dan masalah ini selesai," harap pria yang berprofesi sebagai mantan kondektur bis malam itu.
Sementara itu, baik Lurah Serae dan Camat Asakota yang dihubungi media ini melalui nomor ponselnya masih dalam keadaan non aktif. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.