Penilaian Buruk Warga Dibalik Perjalanan Proyek Rumah Relokasi Terindikasi Berbau Kasus
Kondisi bangunan rumah relokasi di Kelurahan Oi Fo'o, Kecamatan Raba Kota Bima yang tak ditempati warga dan kondisinya sudah mengalami kerusakan. METEROmini/Dok |
KOTA BIMA - Hampir lima tahun duka yang dialami warga Kota Bima itu terjadi. Di mana, wilayah Kota Bima di tahun 2016 lalu, diterjang banjir besar dua kali yang menyebabkan ribuan rumah terendam banjir hingga ketinggian 1sampai 3 meter yang terjadi di hari Rabu (21/12/2016) dan hari Jumat (23/12/2016). Akibat kejadian itu, lima Kecamatan yang ada di Kota Bima menjadi daerah terdampak banjir yang meliputi 33 Kelurahan dengan jumlah korban sebanyak 105.758 jiwa.
Dari musibah terbesar yang pernah terjadi di Kota Bima tersebut. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengalokasikan anggaran bantuan hibah rehab rekon di tahun 2017 untuk pembangunan sebanyak 1.200 dalam bentuk Bantuan Dana Rumah (BDR) yang diperuntukkan bagi warga yang berada di bantaran sungai. Dan nilai anggaran untuk bantuan ini disiapkan sebesar Rp166,9 miliar.
Di tahun 2018 lalu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB, H. Muhammad Rum mengatakan, perbaikan atau pembangunan ribuan rumah di Kota Bima, rencananya akan mulai dilakukan pada triwulan ketiga tahun 2018. Dan dari total anggaran bantuan yang tersedia tersebut, tidak saja akan dialokasikan untuk perbaikan atau pembangunan rumah korban banjir. Anggaran itu pun dialokasikan juga untuk proyek infrastruktur yang rusak seperti perbaikan pipa air bersih, renovasi jembatan dan perbaikan tanggul sungai yang ada di Kota Bima.
"Jumlah bantuan yang diberikan kepada korban banjir yaitu pembangunan rumah yang anggaran per unitnya sebesar Rp69 juta. Sebelumnya, bantuan yang akan diberikan sebesar Rp40 juta per unit. Namun, karena jumlah tersebut tidak bisa merampungkan pembangunan satu unit rumah, akhirnya jumlah bantuannya ditambah. Selain untuk rumah, anggaran itu pun diperuntukkan untuk perbaikan pipa air bersih, jembatan dan tanggul sungai," ujar Rum dikutip dari globalfmlombok.com, 18 Januari 2018 lalu.
Sementara itu, dalam persiapan pembangunan ribuan rumah relokasi ini. Di tahun 2019 lalu, Wali Kota Bima H. Muhammad Lutfi mengungkapkan, dalam pelaksanaan pembangunan rumah masyarakat korban banjir ini dilakukan dengan pola pemberdayaan masyarakat. Terlebih dahulu dibentuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang beranggotakan masyarakat calon penerima Bantuan Dana Rumah (BDR).
"Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini melibatkan tim pendampingan yang terdiri atas Camat, Lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan tokoh masyarakat atau LPM. Selain itu, ada pendampingan dari BPKP Perwakilan Provinsi NTB dan TP4D Kejaksaan Negeri Bima," ungkap Wali Kota saat dipertemuan yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bima di Gedung Seni dan Budaya yang dilansir dari situs resmi milik Pemkot Bima, Rabu, 9 Januari 2019 lalu.
Dalam perjalanan pembangunan proyek rumah relokasi ini. Di tahun 2020 lalu, dilansir dari salah satu media online di Bima. Kepala BPBD Kota Bima H Syarafudin menjelaskan pembangunan rumah relokasi sebanyak 1.200 unit tersebut. Kata dia, setelah dilakukan verifikasi dan validasi dalam perkembangan pembangunan rumah bagi warga korban banjir tahun 2016 lalu, jumlah rumah yang dibangun menjadi 1.025 unit dengan anggaran sebesar Rp69 juta per unitnya.
"Sehingga total dana hibah yang digunakan untuk kegiatan relokasi perumahan tersebut berjumlah Rp70.725.000.000 dan dikerjakan dengan pola pemberdayaan masyarakat," ungkap Syarafudin dikutip dari kahaba.net.
Menurut Syarafudin, pembangunan rumah relokasi ini tersebar di tiga lokasi reguler dan di lokasi mandiri. Tiga lokasi reguler ini adanya di Kelurahan Jatibaru yang bulan Agustus 2020 sudah terbangun 68 unit dan di Kelurahan Oi Fo’o I sudah terbangun 139 unit serta di Kelurahan Oi Fo’o II atau di Lingkungan Kadole yang sudah terbangun 456 unit.
"Untuk pembangunan di lokasi mandiri yang ditentukan sendiri oleh warga sudah terbangun sebanyak 229 unit. Dan masih tersisa 135 unit yang dalam prosesnya ditargetkan akan diselesaikan sampai dengan tanggal 29 September 2020," ujarnya, Selasa, 3 Agustus 2020 lalu.
Ia menambahkan, ada juga pekerjaan pembangunan jalan di yang dikerjakan di lokasi perumahan relokasi di Lingkungan Kadole, Kelurahan Oi Fo’o dengan nilai kontrak awal sebesar Rp10.219.000.000. Namun, dalam pekerjaan ini telah terjadi addendum atau perubahan nilai kontrak yang dilakukan pada bulan Desember 2019 lalu. Hal ini diakibatkan adanya penyesuaian kondisi dan kemajuan fisik yang ada di lapangan maupun kondisi kesiapan lahan relokasi di Lingkungan Kadole yang sudah dibebaskan.
“Perubahan pekerjaan itu tertuang jelas dalam Kontrak Addendum Pekerjaan Nomor: 11.PSU/Add.Kont/H.RR-17/BPBD/XII/2019 dengan nilai addendum kontrak menjadi Rp5.286.600.000. Dan kondisi fisik pekerjaan tersebut, kemajuannya telah mencapai 100%,” terangnya.
Keadaan banjir bandang yang merendam sebagian rumah relokasi yang ada di Lingkungan Kadole, Kelurahan Oi Fo'o, Kecamatan Raba, Kota Bima. Sabtu, 20 Maret 2021 lalu. METEROmini/Dok |
Baca juga: Proyek Rumah Relokasi Korban Banjir Kota Bima Penuh Masalah, Ini Pengungkapan Pihak LSM
Pantauan media ini dalam mencermati perjalanan pekerjaan pembangunan rumah untuk para korban banjir di Kelurahan Oi Fo'o, Kecamatan Raba, Kota Bima. Proses akhir pekerjaan pembangunan rumah-rumah ini berakhir sekitar di akhir tahun 2020 lalu. Saat sosialisasi dan himbauan yang gencar dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bima kepada warga penerima bantuan di awal tahun 2021 agar para penerima bantuan segera pindah ke perumahan relokasi, ternyata respon warga tak semulus harapan dari pemerintah. Banyak warga yang ternyata enggan mau pindah ke rumah relokasi sampai dengan bulan April 2021 ini.
Pasalnya pula, dari ratusan rumah yang disediakan oleh pemerintah baik di Lingkungan Oi Fo'o dan Lingkungan Kadole, hanya puluhan kepala keluarga yang mau menempati rumah bantuan pemerintah tersebut hingga bulan April 2021 saat ini. Warga menilai, kuat adanya indikasi kesalahan dalam menempatkan titik pembangunan perumahan yang ada di Kelurahan Oi Fo'o yang memang wilayah tersebut bisa dikategorikan masuk dalam kawasan "pinggiran" di Kota Bima.
Menurut pengakuan seorang warga yang tinggal di lingkungan Perumahan Kadole. Para penghuni perumahan lebih banyak yang tidak mau direlokasi ketimbang yang berhuni saat ini. ia pun mengeluhkan soal air bersih yang tak cukup tersedia di wilayah perumahan setelah pindah dan menetap di Kadole. Demikian pula dengan jaringan ponsel yang tidak maksimal di wilayah relokasi saat ini. Kondisi yang mencengangkan pun, sambung lelaki ini, beberapa kali sebagian kawasan di wilayah perumahan di Lingkungan Kadole mengalami kebanjiran akibat luapan air gunung yang berkumpul ke lokasi perumahan. Dan juga di kawasan ini, belum ada sungai sebagai penampung air hujan yang bisa mengantisipasi hadirnya genangan air di wilayah perumahan.
"Jika hujan deras terjadi di Oi Fo'o, sebagian kawasan rumah warga di Kadole digenangi air yang datang dari gunung dan terjadi kebanjiran sudah beberapa kali. Selain masalah air bersih dan sinyal, kami pun menilai ada kekeliruan dalam menetapkan kawasan di Kadole ini sebagai kawasan perumahan bagi korban banjir bantuan dari pemerintah ini," ungkap warga di Kadole yang enggan dituangkan namanya, belum lama ini.
Baca juga: Perumahan Kadole Senilai Ratusan Miliar Jadi "Kolam Lumpur", HML Didesak Mundur Jadi Wali Kota
Terpisah, Pegiat LSM senior di Kota Bima, Iwan Kurniawan, S.Sos menilai bahwa pembangunan rumah relokasi yang ada di dua titik di Kelurahan Oi Fo'o bisa diindikasikan masuk dalam kategori "Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)". Sebab, banyak dari bangunan rumah yang belum ditempati oleh warga selaku penerima manfaat yang keadaannya sudah rusak dan alami retakan di lantai dan di dinding rumah yang mungkin disebabkan karena kondisi tanah di sana tidak cocok sebagai kawasan perumahan.
"Proyek ini kuat dugaan dengan adanya kerugian keuangan negara karena pemanfaatannya yang tidak maksimal dirasakan oleh masyarakat saat ini. Banyak dari penerima bantuan yang tak mau tinggal di kawasan relokasi yang diakibatkan karena buruknya kualitas bangunan rumah serta faktor kebanjiran serta fasilitas air bersih yang tak memadai maupun kawasannya yang terpencil di wilayah puncak gunung yang jauh dari keramaian kota saat ini," jelas pria yang akrab disapa Bung Iwan itu, Minggu, 11 April 2021.
"Ada indikasi adanya pihak yang mengeruk keuntungan dari anggaran proyek berniliai puluhan miliar yang bersumber dari bantuan BNPB RI itu. Dan yang jelas, saat ini Si Tuan di Kota itu bingung karena diduga telah banyak mengeruk keuntungan di dua lokasi Kadole dan Oi Fo'o," sambung dia menambahkan.
Warga lainnya, Haris menilai kondisi perumahan relokasi yang sangat disayangkan keberadaannya di tengah menghabiskan anggaran negara yang cukup fantastis nilainya. Menuntut agar Wali Kota Bima beserta jajarannya yang telah menetapkan lokasi di Kelurahan Oi Fo'o ini agar bertanggung jawab. Menurutnya, keberadaan rumah-rumah yang awalnya sebagai kompensasi bagi warga bantaran sungai yang diambil lahannya sebagai perluasan sungai di Kota Bima banyak yang kecewa dengan kondisi rumah relokasi yang diberikan pemerintah.
"Kesannya ada beberapa rumah yang rusak dan keadaannya tak jauh beda dengan 'kandang'. Dan bisa dibilang tak layak huni, kondisi bangunannya pun amburadul dan miris keadaannya. Kondisi ini jika dibandingkan sebenarnya tak jauh berbeda dengan pekerjaan proyek Puskesmas Rasanae Timur di era mantan Wali Kota Nur Latif yang karena kualitas pekerjaan proyek itu buruk sehingga keberadaan bangunannya terbengkalai hingga sekarang. Akibatnya, negara dirugikan miliaran rupiah hingga banyak pihak dan pejabat terkait yang di bui karena terjerat kasus yang terjadi beberapa tahun yang lalu ini," beber Haris, semalam.
Ia berharap, agar pihak Aparat Penegak Hukum (APH) maupun lembaga DPRD Kota Bima mau mengatensikan khusus keberadaan proyek rumah relokasi ini. Dan kondisi ini memang tak bisa dibiarkan begitu saja. Jangan sampai, karena adanya yang merasa diri sebagai penguasa, lantas bebas ingin memainkan peran sebagai mafia proyek di Kota Bima.
"Semoga saja APH mau menyelidiki adanya dugaan kasus dan indikasi kerugian negara dalam proyek ini. Bila perlu KPK pun bergerak karena sumber anggaran ini dari APBN. Demikian pula kepada BPK semoga mau melakukan audit investigasi dan menelusuri lebih jauh dibalik adanya kerugian negara dari proyek rumah relokasi yang ada di Kota Bima saat ini," harap warga yang juga belum lama ini dilaporkan oleh istri Wali Kota Bima ke Polisi atas kasus dugaan penghinaan di sosial media. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.