Aksi Jurnalis di Mataram Tuntut Dituntaskannya Kasus Kekerasan Terhadap Nurhadi (Jurnalis Tempo) oleh Oknum Polisi
Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram menggelar aksi solidaritas mendesak dituntaskannya kasus kekerasan yang dialami Nurhadi (Jurnalis Tempo), Senin, 5 April 2021. METEROmini/Dok |
KOTA MATARAM - Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mataram, Ikatan Jurnalis Televisi Indnesia (IJTI) NTB, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB dan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mataram menggelar aksi unjuk rasa di Mataram, Senin, 5 April 2021 sekitar jam 10:00 WIITA. Aksi para awak media ini dalam rangka solidaritas dan mendesak dituntaskannya kasus kekerasan terhadap Nurhadi Jurnalis Tempo saat menjalankan tugas peliputannya di Kota Surabaya, beberapa waktu yang lalu.
"Aksi ini berlangsung di depan kantor Gubernur NTB sekitar pukul 10:00 WITA. Dan dalam aksi solidaritas ini, kami juga membagikan masker kepada para pengguna jalan sebagai upaya pencegahan Covid-19 di Mataram," ujar Kordinator Aksi, Islamudin, Senin, 5 April 2021.
Islamudin atau yang akrab disapa Jelo itu menjelaskan, kekerasan yang dialami Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya saat melakukan peliputan merupakan catatan buruk bagi kemerdekaan pers di negara demokrasi seperti Indonesia. Terlebih tindak kekerasan itu diduga dilakukan oknum aparat keamanan yang harusnya melindungi jurnalis saat melaksanakan tugas peliputannya.
Kata dia, Nurhadi saat menjalankan tugas liputan menginvestigasi kasus suap pajak yang diduga melibatkan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji. Saat ini, Angin ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak Februari 2021 lalu. Ia diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp50 miliar dari tiga perusahaan yaitu PT Jhonlin Baratama, PT Gunung Madu Plantations dan PT Bank Pan Indonesia (Panin).
"Nurhadi yang hendak mengkonfirmasi dugaan kasus tersebut justru mengalami tindak kekerasan. Peristiwa itu terjadi saat Angin melangsungkan resepsi pernikahan anaknya di Gedung Graha Samudera Bumimoro (GSB) di kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan laut (Kodiklatal) Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu, 27 Maret 2021 malam lalu," jelas Redaktur Lombok Post itu.
Kata dia, saat itu, Nurhadi mengalami pemukulan, penyekapan, teror dam dipaksa menerima uang hingga mendapat ancaman pembunuhan karena mengambil foto dalam acara resepsi pernikahan anaknya Si Angin. Tidak hanya itu, ponselnya yang berisi foto dan data-data penting diambil paksa oleh pelaku yang didiga kuat adalah seorang oknum anggota Polri.
"Dalam kasus kekerasan ini menunjukkan bahwa masih ada oknum aparat Kepolisian yang gagal melindungi kerja-kerja jurnalis sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," tegasnya.
Sementara itu, Ketua AJI Mataram, Sirtupillaili menyebutkan bahwa kekerasan yang dialami Nurhadi menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis saat melakukan peliputan. Dari data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menunjukkan di tahun 2020 terdapat 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Pelaku paling banyak adalah anggota Polri. Dan jumlah kasus kekerasan kini meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sebanyak 54 kasus.
"Bentuk kekerasan di antaranya intimidasi, kekerasan fisik, perusakan alat liputan, perampasan alat kerja hasil liputan dan ancaman atau teror. Situasi ini tentu tidak baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Selain melanggar Undang-Undang Pers, tindakan sekelompok oknum polisi terhadap Nurhadi merupakan perbuatan pidana dan melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," terang Sirtupillaili.
Kata dia, Aparat Penegak Hukum (APH) tidak dibenarkan menggunakan kekerasan fisik terhadap orang lain. Mereka dilatih untuk melindungi rakyat bukan memukuli orang yang belum bisa dibuktikan kesalahannya secara hukum. Perbuatan itu, jelas-jelas merupakan tindakan premanisme yang mencoreng nama institusi negara dan oknum anggota tersebut harus diberikan sanksi hukum pidana sesuai aturan dan Undang-undang yang berlaku saat ini.
"Tindakan premanisme oknum aparat keamanan itu juga tidak bisa dimaafkan. Semua oknum yang terlibat harus diberikan hukuman. Karena itu, kami dari Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram mengutuk kekerasan yang dialami jurnalis Tempo Nurhadi. Dan segala bentuk kekerasan terhdap jurnalis yang sedang menjalankan tugas atau siapa pun tidak bisa dibenarkan," jelas dia.
Mewakili Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram, Ia mendesak aparat Kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan dan ancaman pembunuhan terhadap jurnalis Tempo Nurhadi.
"Kami pun meminta sekaligus menuntut sikap profesionalisme Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam memproses terlapor dalam perkara yang telah dilaporkan ke lembaga Kepolisian tersebut. Dan siapa pun yang terbukti bersalah baik itu oknum Polisi atau oknum anggota lainnya harus diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," tandasnya. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.