Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Bima Dalam Kacamata Akademisi

M. Al Qautsar Pratama, M.Hum. Dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora UIN Khas Jember. METEROmini/Dok

KOTA BIMA -
Salah seorang Dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN Khas) Jember M. Al Qautsar Pratama, M.Hum dalam opininya di salah satu situs pemberitaan online menuliskan, aksi biadab para predator seksual di Bima semakin tidak terkendali. Hari demi hari berita tindakan kekerasan menghiasi portal berita online atau hanya sekedar lewat di beranda sosial media warganet. 

"Anak-anak adalah sasaran empuk para budak nafsu yang keji melakukan tindakan tidak senonoh kepada mereka makhluk tuhan yang polos tidak berdosa," tulis dia yang dirilis  situs kicknews.today, Minggu, 7 Maret 2021.

Menurutnya, kondisi seperti ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Saat di mana seluruh lapisan masyarakat terkesan memusatkan perhatian kepada isu pandemi sehingga di lingkungan sosial hilang kontrol terhadap pengawasan tindakan kekerasan sebagai sebuah ancaman serius kedepan bagi anak-anak kita.

Kata dia, kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak biasa saja terjadi di manapun dan dalam kondisi apapun, baik kekerasan seksual yang dilakukan di lingkungan rumah, maupun saat berada di luar rumah. 

"Menurut Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB Ni Made Pujawati di salah satu media menyatakan bahwa di masa pandemi kasus kekerasan terhadap anak meningkat tajam. Peningkatannya mencapai 40 persen lebih. Terhitung dari Januari hingga Mei 2020 ada sebanyak 89 kasus yang ditangani," ujarnya. 

Sementara itu, sambung dia, menurut Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB Joko Jumadi  mengatakan, pandemi Covid-19 ini juga mempengaruhi peningkatan kasus asusila. Karena, di masa pandemi ini, anak-anak tidak mendapatkan kegiatan yang positif. Dari hasil penelusurannya, beberapa waktu terakhir kasus kekerasan seksual berujung pada hilangnya nyawa korban sering terjadi di Bima. 

"Fenomena ini seperti gunung es," tandasnya.

Ia mengungkapkan, semua kalangan harus menekankan betapa pentingnya untuk mewaspadai maraknya fenomena ini dan memikirkan cara menanggulanginya. Pada pertengahan Mei 2020 lalu, pernah terjadi pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan di Kota Bima. 

"Korban ditemukan tergantung di depan kamar. Kasus ini menghebohkan masyarakat Bima hingga Komnas Perlindungan Anak turun tangan menangani lansung kasus ini," kisahnya.

Kemudian, kata dia, dilanjutkan pada akhir Desember 2020 lalu, di mana seorang kakek biadab tertangkap basah tega mencabuli anak umur 11 tahun di sebuah rumah kosong. Ironisnya menurut pengakuan pelaku sudah berkali-kali melakukan aksi keji tersebut.

"Dan masih segar diingatan seorang bocah berusia 10 tahun dari Kota Bima baru-baru ini meninggal akibat dari kekerasan seksual yang dialaminya. Korban meninggal setelah mengalami demam tinggi dan ditemukan luka robekan di area kemaluan dan duburnya," terangnya. 

"Dan kasus yang paling membuat geleng-geleng kepala yakni seorang ibu tega melecehkan anak kandungnya yang baru berusia 3 tahun. Kejadian ini terjadi awal tahun 2021, dari hasil penyidikan polisi menyebutkan tersangka mengakui perbuatannya dilakuan karena lama tidak dibelai sang suami yang tinggalnya di Pulau Lombok akibat pandemi COVID-19," tambah dia.

Ia menjelaskan, kasus semacam ini tidak hanya terjadi sekali dua kali namun berkali-kali dengan pola yang sama dan menyasar sasaran anak-anak di bawah umur. Dan yang menjadi pertanyaan adalah maraknya kasus kekerasan seperti ini salah siapa?.

Menurutnya, tindakan kekerasan seksual biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat korban sehingga sulit untuk ditelusuri. Mengutip pendapat Patricia A Moran dalam buku Slayer of the Soul, 1991, mengatakan, dalam sebuah riset, korban pelecehan seksual baik anak laki-laki dan anak perempuan yang berusia dari bayi sampai dengan umur 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya.

"Saat tindak kekerasan terhadap anak-anak semakin meluas dan korbannya mulai bertambah dengan pelakunya adalah kaum atau orang dewasa. Di kondisi tersebut, barulah kita tergugah dan masalah ini memperoleh perhatian yang serius dari publik dan pemerintah. Tentu sikap itu merupakan sebuah kelemahan yang terjadi selama ini," terangnya. 

Menurutnya, banyak faktor yang menjadi alasan tindakan kekerasan seksual terhadap anak-anak hingga sering terjadi dewasa ini. Untuk mengetahui motif munculnya kekerasan seksual terutama terhadap anak-anak, dapat merujuk pada pemikiran dari Sigmund Freud seorang psikolog terkenal terutama dalam bidang psikoanalisa yang menjelaskan adanya dua hipotesis, yaitu manusia memiliki dorongan untuk melindungi diri (the drive of self preservation) dan dorongan untuk berkembang biak (the drive toward procreation). 

Kata dia, terkadang dorongan untuk berkembang biak ini dikaitkan dengan libido, namun tidak semua libido bisa disalurkan karena ada batasan-batasan sosial yang sudah diatur dalam lingkungan masyarakat. Dan bentuk libido ini ada yang disalurkan secara positif dan negatif. Kondisi lingkungam sosial pun mengatur dorongan libido hingga harus disalurkan seperti apa? Tentunya, perlu dilakukan kontrol sosial jika terjadi kelalaian hingga bisa menutup kemungkinan muculnya perbuatan yang mendorong tindakan-tindakan pengalihan libido dalam bentuknya yang negatif. 

"Pengalihan dalam bentuk yang negatif inilah yang dinamakan dengan kekerasan seksual. Faktor pertama, minimnya kesadaran kolektif terhadap perlindungan anak di lingkungan bisa berperan cukup signifikan dalam lancarnya tindakan kekerasan," jelasnya.

Ia menambahkan. peran orang tua dan penataan lingkungan sosial oleh para stakeholder harus lebih meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak. Setidaknya orang tua tahu anaknya kita bergaul di mana dan dengan siapa serta apa yang dilakukannya.

"Kita sebagai orang tua tentu bertanggungjawab secara bersama-sama untuk mewujudkan kehidupan sosial yang ramah anak dan menjamin perlindungan maksimal terhadap kepentingan dan kebutuhan anak," tuturnya. 

Hal lainnya, sambung dia, maraknya konten pornografi yang dengan mudah diakses oleh semua orang dalam pesatmua kemajuan tehnologi dan era sosial media saat ini. Tentunya, situs dan konten porno ikut menyumbang andil sebagai pemicu banyak terjadinya kasus kekerasan seksual akhir-akhir ini.

"Pelaku biasanya berimajinasi setelah mnonton konten tersebut dan muncul rasa penasaran untuk mempraktekan apa yang mereka tonton," ujarnya.

Selain itu, kata dia, lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan terkesan di tengah rumit dan proses hukumnya yang banyak disepelekan serta minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap isu-isu seperti ini. Tentu juga sebagai faktor hingga masalah kekerasan seksual terhadap anak ini kian bertambah kasusnya.

"Contoh kasusnya, seperti kasus pemerkosaan dan pembunuhan bocah 10 tahun di Kota Bima yang menurut pengakuan pelaku (inisal AR) saat diproses oleh Polres Bima Kota mengaku sudah sering kali memperkosa korban. Namun, perbuatannya justru dimediasi oleh warga se tempat. Lantaran adanya hubungan emosional antara pelaku dan korban. Dan mungkin demi menjaga nama baik keluarganya," tukasnya. 

"Padahal, dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak ini tidak bisa ditanggani dengan atau melalui jalur mediasi. Karena cara itu hanya akan semakin memunculkan banyak predator seksual di Bima. Perbuatan keji dan biadab seperti itu tidak boleh diampuni dan pelaku harus dihukum seberar-beratnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di negera ini," tambah dia menegaskan.

Sambung dia, ketidakseriusan ini juga ditunjukan oleh Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten Bima. Seperti di Kabupaten Bima yang Bupatinya dipimpin oleh seorang wanita bernama Indah Dhamayanti Putri. Semestinya, sebagai seorang perempuan, beliau harus memiliki perhatian khusus dan lebih terhadap isu-isu kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. 

"Penting adanya perhatian secara khusus dari Pemerintah Daerah terhadap banyaknya kasus kekerasan terhadap anak untuk mengawal setiap proses hukum yang ada. Dengan penegakkan hukum yang serius tentu bisa mengurangi kasus-kasus serupa di kemudian hari. Peran dinas tehnis yang menaungi masalah anak dan perempuan serta organisaisi-organisasi non pemerintahan yang konsen di bidang anak harus peka dan peduli terhadap isu-isu kekerasan seperti ini," terangnya.

"Apalagi organisasi tersebut tetap dapat dana pembinaannya dari Pemda di Bima. Tentu sikap dan pendampingannya sangat diharapkan dalam kasus-kasus seperti ini," pungkas alumnus Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) itu menambahkan.

Kata dia, walaupun Pemerintah di Bima telah mengelurakan Perda No. 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaaan Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Kesan aturan tersebut, selain terlambat dibuat oleh Pemerintah Daerah. Realisasi aturan itu pun tidak maksimal dalam implementasinya di lapangan, bahkan terlihat hanya sebagai simbol dan formalitas aturan belaka. 

Ia melanjutkan, sudah banyak jeritan, tanggisan dan rintihan anak-anak di Bima yang mengalami pelecehan dan kekerasan seksual akhir-akhir ini. Sudah saatnya pula, anak-anak di Bima harus mendapat perlindungan yang serius baik secara hukum dan kondisi lingkungan sosial mereka saat ini. Dengan memperbaiki berbagai aspek tersebut, tentu bisa menjadi solusi bagi mereka agar terhindar dari tindakan kekerasan dan pelecehan seksual ke depannya.

"Perlu adanya kerja sama dari semua pihak untuk memperbaiki sektor sosial kehidupan para anak. Sekali lagi, dalam sektor penegakan hukum terhadap kasus anak juga harus serius ditangani oleh aparat penegak hukum dan pelaku harus mendapatkan hukuman yang berat dan setimpal sesuai degnan ketentuan yang berlaku," ujar Akademisi muda asal Bima itu.

"Solusi lainnya, adanya keseriusan dan ketegasan Pemerintah Daerah agar mengimplementasikan program yang bisa mewujudkan lingkungan yang ramah dan aman bagi anak-anak baik di Kota dan di Kabupaten Bima. Tidak hanya sekedar program formalitas belaka. Hal ini, tentu dapat mewujudkan generasi masa depan di Bima yang lebih baik lagi. Sebagai wujud menciptakan generasi yang cerdas dan berbudaya sebagai pelanjut estafet kepemimpinan dan pelaku pembangunan di masa mendatang," tutup Dosen Sejarah Islam di UIN Khas Jember itu. (RED)

Related

Pendidikan 2942234464201788864

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item