Sudirman DJ Sesali Pelayanan Kesehatan di RSUD Bima

Kondisi korban kecelakaan yang orang tuanya (Sudirman DJ, Anggota DPRD Kota Bima, red) merasa kecewa dengan pelayanan kesehatan di RSUD Bima. METEROmini/Agus Mawardy

KOTA BIMA - Anggota DPRD Kota Bima, Sudirman DJ, SH yang merupakan orang tua pasien bernama M. Rafli yang mengalami kecelakaan tunggal di kawasan Amahami, Jum'at (5/2/2021) malam lalu merasa kecewa berat dengan penanganan pasien yang dilakukan pihak RSUD Bima. Ia mengisahkan, setelah mengetahui putera lelakinya mengalami kecelakaan dan dilarikan awalnya di Puskesmas Paruga kondisi korban dalam keadaan cukup parah.

"Jum'at (5/2/2021) malam lalu anak saya alami kecelakaan tunggal di kawasan Amahami dan dilarikan awal ke Puskesmas Paruga. Kondisinya cukup parah. Akibat kecelakaan itu, bagian kepalanya mengalami retak dan pendarahan yang sangat mengkuatirkan hilang terus keluar melalui hidungnya," kisah dia, Selasa, 9 Februari 2021 malam. 

Baca juga : Polemik Raibnya Aset Bagian Umum Berujung Laporan, "Kabag Umum dan Ketua DPRD Mana Yang Benar ?"

Saat itu, lanjut dia, saat di Puskesmas Paruga, anaknya sempat dilakukan Rapid Tes dan dinyatakan oleh pihak Puskesmas ternyata reaktif. Dan setelah konsultasi dengan Dokter jaga saat itu, disimpulkan baiknya dilakukan rawat lanjut ke RSUD Bima. 

"Pihak Puskesmas segera menghubungi pihak di RSUD Bima. Dan jawaban dari pihak RSUD ternyata ruang IGD saat itu dalam keadaan penuh. Dan ternyata, pengakuan itu adalah dusta. Sebab, setelah saya meminta bantu ke Wali Kota dan beliau langsung ke RSUD Bima. Kondisi ruang IGD banyak yang kosong hanya ada satu orang pasien saja malam itu," tuturnya. 

Baca juga : Terbitkan Surat Pindah Tenaga Sukarela, "Camat Asakota Dinilai Sok Tahu" Oleh Warga

Kata dia, setelah dilakukan rujukan ke RSUD Bima. Oleh dokter perempuan yang jaga di ruang IGD saat itu, anaknya setelah dilakukan penindakan di IGD ingin ditempatkan ke ruang isolasi Corona berdasarkan hasil Rapid Tes yang dikeluarkan Puskesmas Paruga. Namun, dirinya meminta agar pihak RSUD Bima melakukan tes ulang, karena dirinya tak yakin kalau anaknya itu terpapar Corona di tengah sakit yang dialaminya karena kecelakaan tunggal. 

"Saat itu saya minta pihak RSUD Bima melakukan tes ulang. Saya minta dites ulang dengan antigen yang sedikit lebih akurat tidak hanya mengambil keputusan hasil Rapid Tes dari Puskesmas Paruga," ujarnya.

Baca juga : Soal Pemberhentian Perangkat Desa... 

Namun, sambung dia, dokter jaga saat itu tetap bertahan ingin menempatkan anaknya yang juga mahasiswa di Fakultas Hukum Unram itu di ruang isolasi Corona dan dimasukkan menjadi pasien Covid 19 sesuai protap yang ada di RSUD. Dirinya berlanjut cekcok yang cukup menegangkan saat itu. Akhirnya, dia bertemu dengan Direktur RSUD Bima yang didampingi oleh Kepala Dokter pasien Corona dan akan dilakukan tes cepat yang bisa diketahui dua jam kemudian, tapi bisa dilakukannya pada hari Senin (8/2/2021). 

"Kesepakatan dengan Direktur RSUD Bima, anaknya belum bisa diangkut atau ditempatkan di ruang isolasi Corona sebelum diketahui oleh hasil tes cepat yang dilakukan pada hari Senin. Akhirnya, untuk sementara, anaknya ditempatkan di ruang Zaitun sampai dilakukan tes yang valid sebagai pasien Corona. Semua sepakat untuk itu termasuk dengan beberapa dokter terkait lainnya," jelasnya.

Baca juga : Kejati Intervensi ULP dan Dugaan Korupsi...

Diakuinya, pada hari Sabtu (6/2/2021), saat waktu pemeriksaan atau penyuntikan sesuai jadwal perawatan. Dirinya kembali menemui dokter jaga yang ada di IGD. Dan oknum dokter tersebut kembali membuat masalah dan tetap ngotot ingin menempatkan anaknya di ruang Isolasi Corona dan dimasukkan sebagai pasien Covid 19 yang ditangani sesuai protap yang ada. 

"Saya pun sangat emosional saat itu. Saat oknum dokter itu bilang tak bisa dipegang omongan Direktur yang telah disepakati sebelumnya. Hanya arahan dokter jaga ini saja yang harus kami ikuti, dan anak saya harus dibawa ke ruang Isolasi Corona dan ditetapkan sebagai pasien Covid 19 dengan berdasarkan Rapid Tes. Karena Oknum dokter itu kesannya memaksakan kehendak. Saya sempat lempar dia dengan benda yang ada di sekitar itu karena emosi dan untungnya tak mengenainya," kisahnya. 

"Padahal kan udah ada kesepakatan awal dengan manajemen RSUD Bima, oleh oknum dokter yang hanya kepentingan anggaran Corona ingin dijadikan alasan orang kecelakaan sebagai penderita covid 19. Inikan kurang ngajar cara oknum dokter itu apalagi mengabaikan perawatan anak saya yang segera membutuhkan penanganan lanjut karena kondisinya yang parah," lanjut anggota DPRD Kota Bima tiga periode asal Partai Gerindra itu. 

Baca juga : Setelah Kadistambun NTB dan PPK, Kejati Juga Tetapkan...

Ia menambahkan, selain memaksa anaknya ditetapkan sebagai pasien Corona. Kelakuan oknum dokter jaga yang tak bisa diterima akal sehat itu, saat ada pasien rujukan yang baru datang ingin ditempatkan di ruang yang sama dengan anaknya. Benar-benar nggak punya prikemanusiaan oknum dokter yang dengan mudahnya meminta dua orang pasien ada dalam satu ruangannya yang ukurannya hanya sekitar 2 x 2 meter itu. 

"Sudah tak menghargai kesepakatan manajemen. Dan ingin memaksakan pasien lain di ruangan anak saya yang ukurannya sangat sempit itu. Benar-benar tak bisa diterima akal sehat pelayanan di RSUD Bima yang diduga kuat modusnya hanya untuk anggaran Corona yang diperoleh dengan banyaknya menangani pasien Covid 19 selama ini. Ini jahat caranya," ketusnya dengan nada yang cukup tegas. 

Menurutnya, penawaran oknum dokter itu juga dinilai aneh oleh perawat yang sempat bicara dengannya. Menurut perawat itu, sambung DJ-sapaan akrabnya, yang namanya ruang isolasi tentu hanya untuk satu orang. Ini malah dipaksa ingin menempatkan dua orang yang rapid tesnya reaktif. Padahal, anaknya adalah korban kecelakaan yang nyawanya sedang terancam.

"Melihat kondisi anak saya, tentu sebagai orang tua saya sempat pingsan berkali-kali. Dan merasakan perlakuan oknum dokter saat itu. Akhirnya, kami berkesimpulan untuk membawa Abang (sapaan akrab korban, red) di rumah sakit swasta yang ada di Kota Bima," tandasnya. 

Ia mengaku, tak lama kemudian anaknya segera dirawat ke Rumah Sakit lain. Dan saat ingin ditempatkan di ruangan khusus karena rujukan sebagai pasien Corona. Saat dilakukan tes ulang baik baik secara Rapid dan Reagen ternyata dinyatakan negatif. 

"Karena negatif tak ditempatkan di ruang khusus. Dan sekarang dirawat sebagai pasien umum. Sementara, saat ditanya biaya di RSUD Bima sebelum dibawa keluar. Pihak RSUD mengatakan tak ada biaya alias gratis karena dianggap sebagai pasien Covid 19. Sungguh, penuh tanda tanya dan mengecewakan serta terkesan jahat pelayanan kesehatan di RSUD Bima saat-saat ini," keluhnya.

Di sisi lain, pihak RSUD Bima, drg. H. Ihsan sebagai direktur BLUD Kabupaten Bima yang sempat dikonfirmasi melalui ponselnya tak bisa dihubungi diduga telah memblokir nomor wartawan Metromini yang tak pernah mau memberikan tanggapan saat dipertanyakan soal pelayanan di RSUD Bima yang sering dikeluhkan masyarakat akhir-akhir ini. (RED)

Related

Kabar Rakyat 8750235053234264163

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item