Aksi di Pertigaan Bolo, APM Desak Ketua DPRD Diproses BK dan Meminta Pemilik Lahan Hilangkan Patung Dewa di Pantai Wane
https://www.metromini.info/2020/07/aksi-di-pertigaan-bolo-apm-desak-ketua.html
Aksi Aliansi Pemuda Madapangga (APM) di pertigaan Bolo, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, Rabu, 22 Juli 2020. METEROmini/Agus Gunawan |
KABUPATEN BIMA - Pemuda yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Madapangga (APM) yang menggelar aksi unjuk rasa di pertigaan Cabang Desa Bolo, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, Rabu, 22 Juli 2020.
Aksi solidaritas yang dilakukan para pemuda terkait dijemput paksanya Rizal, terlapor kasus ITE oleh Polda NTB kemarin. APM juga menuntut dan meminta Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bima untuk memproses Ketua DPRD M. Putra Feriyandi yang telah dilapor oleh mahasiswa atas dugaan melanggar kode etik.
Koordinator Lapangan saat aksi siang tadi, Anhar menilai, tindakan Ketua DPRD Kabupaten Bima masuk dalam kategori asusila dengan adanya arang bukti berupa video dan foto yang dinilai mesum yang telah beredar di jejaring media sosial saat ini.
Menurutnya, perilaku atau tindakan Ketua DPRD Kabupaten saat ini tidak mencerminkan sebagai pewaris dari tahta Kesultanan Bima yang menjunjung tinggi nilai keislaman maupun sebagai panutan publik dengan kapasitasnya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bima saat ini.
"Prilaku yang ditunjukan oleh Ketua DPRD ini sungguh mencoreng marwah institusi negara yang ada di Kabupaten Bima. Dia merupakan keturunan Kesultanan Bima tapi prilakunya sungguh jauh panggang dari api dengan nilai adat dan keIslaman yang hidup di daerah ini," tandas Anhar, Rabu (22/7/2020) siang tadi.
Seharusnya, kata dia, sebagai pejabat publik atau Ketua DPRD maupun putra mahkota alias Jena Teke di Kesultanan Bima, ia harus bisa menjaga tindakannya demi nama baik lembaga DPRD maupun eksistensi Kesultanan Bima yang ada saat ini.
"Sebagai putra yang menyandang status Jena Teka (Putra Mahkota Kesultanan Bima), dia harus menjaga etika di mata publik. Demi nama baik dan marwah lembaga DPRD maupun keberadaan nilai Kesultanan di daerah yang kita cintai ini," pungkasnya.
"Seharusnya pula, tidak dia (Yandi, red) nodai dengan perilaku yang tidak terpuji. Akibat perbuatan dia itu pun akhirnya terjadi kontroversial di masyarakat. Dan yang lebih parah, tindakannya yang ingin memenjarakan rakyat saat mengkritisi tindakan dia yang tak terpuji itu," terang Ahmad menegaskan pernyataannya.
Orator lainnya, Syarifudin menyinggung soal keberadaan patung-patung besar yang dinilai bercorak keyakinan agama tertentu di tempat kawasan wisata Pantai Wane di Desa Tolotangga, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima.
Menurutnya, keberadaan beberapa patung yang diangap dewa bagi keyakinan tertentu di lokasi tempat warga yang mayoritas muslim tentu mengundang hadirnya masalah sara di Kabupaten Bima.
Harusnya, sambung dia, patung yang berada di lahan milik pejabat Polda NTB itu dipertimbangkan lagi keberadaannya. Hal ini agar tidak terus mengundang polemik dan penolakan bagi warga Bima yang mayoritas muslim. Apalagi patung seperti itu dianggap keberadaannya sebagai nilai kesyirikan.
"Kita ini daerah mayoritas Muslim. Kehadiran patung yang dianggap sebagai bentuk kesyirikan tetap menuai penolakan. Keberadaannya mesti dipertimbangkan oleh pemilik lahan yang kita ketahui adalah mantan Kapolres Bima yang saat ini menjabat sebagai Direskrimsus di Polda NTB," terang dia.
Ia sangat berharap, sebaiknya pemilik lahan meninjau lagi keberadaan patung-patung itu. Jika dia aparat negara, tentu paham dengan tidak menghadirkan sesuatu yang bisa mewujudkan instabilitas di daerah ini.
"Demi kedamaian hidup di Bima dan hilangnya polemik keberadaan patung dewa di Pantai Wane. Sekali lagi kami harap ada itikad baik dari yang punya lahan untuk mengangkut atau menghilangkan keberadaan patung yang mudah diakses publik pada lahan miliknya itu," harap dia.
Kata dia, kendati pemilik lahan didukung pemerintah, namun kondisi masyarakat Bima yang agamais dan mayoritas Muslim, tentu wacana patung dewa itu tetap akan terus diperbincangkan dan ditolak.
"Sebaiknya pemilik lahan yang mengalah untuk secara sadar mau menghilangkan patung patung yang ada di Pantai Wane saat ini," tandas pemuda asal Kecamatan Madapangga itu menegaskan. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.