Jualan Buku di SDN 5 Labrak Aturan, Pihak Sekolah Berkelit Tak Ada Paksaan
https://www.metromini.info/2019/08/kepala-sdn-o5-bantah-guru-paksa-siswa.html
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 Kota Bima. METEROmini/Agus Gunawan |
KOTA BIMA - Orang tua siswa mengeluhkan adanya penarikan uang sebesar Rp10 ribu pada siswa di SDN 05 Kota Bima yang terletak di Kelurahan Rabangodu Utara, Kecamatan Raba, Kota Bima. Penarikan uang tersebut untuk pembelian buku tema atau dikenal juga dengan istilah buku Lembaran Kerja Siswa (LKS).
Menurut Wali Murid tersebut, sekolah sudah dilarang keras untuk menjual buku baik LKS kepada siswa. Dan tidak hanya untuk murid kelas IV di mana anaknya sekolah di SDN bertaraf internasional tersebut. Anak kelas II dan yang lainnya pun sama harus membeli LKS yang per eksemplarnya dipatok seharga Rp10 ribu.
"Sekolah sudah sejak lama dilarang memjual buku atau LKS. Anak saya sudah membeli hampir 9 LKS yang per eksemplarnya sebesar Rp10 ribu. Keponakan saya yang kelas dua juga sama diwajibkan membeli buku," sebut Agus, Wali Murid warga Rabangodu Utara itu, Rabu, 28 Agustus 20149.
Menurut Agus, jika saja setiap murid harus merogoh kocek Rp90 ribu untuk 9 jenis LKS dan jumlah siswa yang hampir 1.000 ada sekitar Rp90 juta uang yang terkumpul dan ini sudah bentuk kapitalisasi pendidikan yang harus ditiadakan sebagaimana aturan main pendidikan saat ini.
"Guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. Jangan mencari balas jasa dengan menjual buku ke siswa. Soal mutu dan kualitas pendidikan itu menjadi tanggung jawab pihak Dinas Pendidikan atau Kementrian yang ada di negara ini. Dan juga bentuk moral guru dalam menjaga amanah aturan tentang pelarangan jual buku di sekolah ini menjadi aturan basi yang teryata telah dilanggar para pamong moral yang mendidik generasi saat ini," jelas dia.
Menanggapi hal tersebut, Wakasek atau Humas pihak SDN 05 Kota Bima, Syafrudin mengatakan, pihak sekolah tidak pernah ada mengadakan atau menjual buku sepeti yang dikomplain oleh wali. Buku tersebut dijual oleh distributor yang menawarkan barangnya ke sekolah.
"Buku itu bukan pengadaan dari sekolah. Buku Lembaran Kerja Siswa (Lks) itu yang jual dari pihak lain yaitu pihak distributor buku," jelas Syarifudin, di ruang kerjanya, Kamis, 29 Agustus 2019.
Menurut Wali Murid tersebut, sekolah sudah dilarang keras untuk menjual buku baik LKS kepada siswa. Dan tidak hanya untuk murid kelas IV di mana anaknya sekolah di SDN bertaraf internasional tersebut. Anak kelas II dan yang lainnya pun sama harus membeli LKS yang per eksemplarnya dipatok seharga Rp10 ribu.
"Sekolah sudah sejak lama dilarang memjual buku atau LKS. Anak saya sudah membeli hampir 9 LKS yang per eksemplarnya sebesar Rp10 ribu. Keponakan saya yang kelas dua juga sama diwajibkan membeli buku," sebut Agus, Wali Murid warga Rabangodu Utara itu, Rabu, 28 Agustus 20149.
Menurut Agus, jika saja setiap murid harus merogoh kocek Rp90 ribu untuk 9 jenis LKS dan jumlah siswa yang hampir 1.000 ada sekitar Rp90 juta uang yang terkumpul dan ini sudah bentuk kapitalisasi pendidikan yang harus ditiadakan sebagaimana aturan main pendidikan saat ini.
"Guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. Jangan mencari balas jasa dengan menjual buku ke siswa. Soal mutu dan kualitas pendidikan itu menjadi tanggung jawab pihak Dinas Pendidikan atau Kementrian yang ada di negara ini. Dan juga bentuk moral guru dalam menjaga amanah aturan tentang pelarangan jual buku di sekolah ini menjadi aturan basi yang teryata telah dilanggar para pamong moral yang mendidik generasi saat ini," jelas dia.
Menanggapi hal tersebut, Wakasek atau Humas pihak SDN 05 Kota Bima, Syafrudin mengatakan, pihak sekolah tidak pernah ada mengadakan atau menjual buku sepeti yang dikomplain oleh wali. Buku tersebut dijual oleh distributor yang menawarkan barangnya ke sekolah.
"Buku itu bukan pengadaan dari sekolah. Buku Lembaran Kerja Siswa (Lks) itu yang jual dari pihak lain yaitu pihak distributor buku," jelas Syarifudin, di ruang kerjanya, Kamis, 29 Agustus 2019.
Menurut dia, buku-buku untuk pembelajaran siswa di sekolah, pihak sekolah tidak mengijinkan untuk dibawa pulang. Dan dengan adanya buku yang dibeli tersebut, tentu juga akan sangat membantu siswa yang ada di sekolah untuk meningkan belajar mereka saat berada di rumah.
"Ada buku di sekolah tapi untuk siswa saat belajar di sekolah saja diguanakan. Dan buku itu tidak bisa dibawa pulang. Sedang buku yang dimiliki siswa yang dibeli tersebut, mereka bisa bawa pulang untuk belajar di rumahnya," kata syafrudin.
Di akuinya, saat pembelian buku tersebut, guru tidak pernah memaksa siswa. Pihak sekolah tidak pernah melakukan penekanan terhadap anak sekolah untuk wajib miliki buku yang di maksud.
"Anak sekolah tidak pernah dipaksakan atau ditekan untuk mengambil buku itu. Buku yang dibeli siswa dan buku yang ada di sekolah sama saja isinya. Karena dibeli akhirnya bisa dibawa pulang untuk dipelajari di rumahnya masing-masing," terangnya. (RED)
"Anak sekolah tidak pernah dipaksakan atau ditekan untuk mengambil buku itu. Buku yang dibeli siswa dan buku yang ada di sekolah sama saja isinya. Karena dibeli akhirnya bisa dibawa pulang untuk dipelajari di rumahnya masing-masing," terangnya. (RED)
Buku jendela ilmu. Makin banyak yang dibaca makin bagus, baik sebagai buku utama atau buku penunjang. Harga yang ditawarkan pun sangat terjangkau. Ini penting juga untuk membiasakan anak dan orang tua wali utk membelanjakan uangnya utk keperluan bacaan. Salut inisiasi mengundang / mengizinkan distributor untuk menawarkan buku buku ke sekolah.
BalasHapus