Ketua PAN Geram, Kepala IFK Dimutasi Lantaran Tolak Tanda Tangan Surat Serah Terima Obat yang Diduga Bermasalah

"Pengakuan Kadis dan Data Anggaran di E-Katalog/APBD 2018 Selisih Rp400 juta" 

Data realisasi pengadaan obat tahun 2018 yang ditolak ditandatangani oleh mantan Kepala IFK Kepala IFK Kabupaten Bima, Nurkasna Wahyuni, S.Si, Apt, Mars. METROMINI/Dok
KABUPATEN BIMA -  Polemik pengadaan obat oleh Dinas Kesahatan Kabupaten Bima yang diakui oleh Kepala Dinas Kesehatan dr. Ganis menyerap anggaran Rp3,4 miliar di tahun 2018 lalu mendulang berbagai kontroversi dan tanda tanya baru, Pasalnya, setelah ditemui sejumlah pekerja di kantor IFK Kabupaten Bima, pernyataan Kepala Dikes yang mengatakan bahwa pihak IFK menolak untuk mendistribusikan obat pun dibantah.

Baca juga: Kepala IFK Kabupaten Bima 'Ogah' Tanda Tangan Berita Acara Penerimaan Proyek Pengadaan Obat-obatan Tahun 2018 Senilai Rp3,6 Miliar

Di kantor IFK Kabupaten Bima, di Kelurahan Lewirato, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, Selasa, 12 Maret 2019, seorang staf di kantor IFK,  Sita Awalunisah, S.Si, APT, mengaku tidak pernah dihubungi untuk mendistribusikan obat-obatan oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bima selama tahun 2019 lalu.

"Pihak Dikes tidak pernah menghubungi kami di IFK untuk menyalurkan obat. Saya tahu juga, karena di tahun lalu Kepala IFK Mba Yuni cuti menikah. Jadi, saya yang stand by di kantor. Dan selama itu, tidak pernah pihak dinas menghubungi kami untuk mendistribusikan obat," terang Sita.

Senada dengan stafnya, Kepala IFK Kabupaten Bima, Nurkasna Wahyuni, S.Si, Apt, Mars, mengaku, di tahun 2018 dirinya pernah mengajukan penawaran obat sesuai dengan permintaan dari puskesmas, namun berkas penawaran yang diajukannya di simpan begitu saja dan tak pernah ditindaklanjuti.

"Kami selama tahun 2018, tidak pernah berkomunikasi dan dilibatkan baik dalam kegiatan apapun. Terlebih, mengenai pengadaan obat-obatan dan juga distribusinya. Tapi, kaget saja, di bulan Maret 2019 ini, dimintai tanda tangan untuk menerima obat senilai miliaran yang tak kami pahami juntrungan pengadaan obat kali ini," tandasnya, kemarin.

Semestinya, kata dia, pihak kantor IFK memiliki kewenangan untuk mendistribusikan obat setelah diserah terima  dan diperiksa oleh Tim PHO ke Dinas dan diberikan ke IFK untuk kemudian disalurkan ke puskesmas-puskesmas. Kantor IFK memiliki kewenangan dalam hal perencanaan kebutuhan obat yang diajukan dari 21 Pukskesmas di Kabupaten Bima.

Dari pengajuan PKM-PKM, kata dia, akan disortir oleh pihak IFK, yang kemudian diserahkan kepada Dikes. Dan semua perencanaan kebutuhan obat dalam tiap tahunnya, seharusnya direkomendasikan oleh IFK lalu kemudian direalisasikan oleh Dikes yang membelanjakan obat-obatan tersebut.

Pada kenyataannya, sambung Yuni, perencanaan pengadaan obat dari Dikes pun tidak sesuai dengan Data perencanaan yang diserahkan oleh pihak puskesmas. Dan bagaimana kantor IFK bisa distribusikan, sedangkan dinas sendiri di tahun lalu, tidak pernah memberikan Obat-obatan kepada IFK.

Yuni membeberkan,  belum lama ini, tiba-tiba Sekertaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bima datang ke rumahnya dan meminta untuk menandatangani semua berkas pengadaan obat di tahun 2018.

"Dia datang meminta saya untuk menandatangani surat serah terima barang, pastinya saya menolak. Yang namanya serah terima mesti ada barangnya, tidak boleh hanya menandatangani sesuatu hal yang tidak diketahui. Apakah barang sesuai perencaan atau tidak, harusnya kan seperti itu," tegasnya.

Yuni mengatakan, anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) 2018, dalam perencanaan sebesar Rp3,8 miliar. Dan pengakuran Kepala Dikes hanya realisasinya Rp3.4 miliar.Dan setelah dicocokkan data pada perencanaan dan yang diadakan, obat-obatan tersebut pun banyak yang tidak sesuai.

"Ada selisih anggaran perencanaan dan realisasi sebesari Rp400 juta. Dan ditambah lagi yang direncanakan dengan data obat yang direalisasi sebagain besar juga tidak sesuai untuk anggaran di tahun 2018 lalu," beber dia.

Baca juga: Anggaran Obat dan BMHP 2018 Diakui Kadikes Rp3,4 M, "PPK: Pengadaan Secara E-Purchasing dan Sudah Diperiksa Tim PHO"

Ia menambahkan, dalam tiap tahunnya oleh pusat kantor IFK Kabupaten Bima mendapat anggaran operasional. Di tahun 2018 lalu, ada sekitar Rp500 juta di mana pemberian pusat sebesar R400 juta dan alokasi anggaran yang diberi dalam APBD Kabupaten Bima sekitar Rp100 juta.

"Anggaran itu pun tidak digunakan oleh kantor IFK Kabupaten Bima. Sebab, tidak mungkin ada kegiatan operasional, sementara obat tidak diberikan ke kantor IFK. Akibatnya, uang Rp400 juta dari pusat dikembalikan dan ditahun 2019, anggaran bantuan pusat untuk kantor IFK Kabupaten Bima turun menjadi Rp200 juta," tandasnya.

Kepala IFK Kabupaten Bima, Nurkasna Wahyuni, S.Si, Apt, Mars dimutasi menjadi Kasi di salah satu bidang yang ada di kantor Bappeda Kabupaten Bima, Selasa, 12 Maret 2019. METROMINI/Dok
Terpisah, desas-desus ancaman mutasi karena sikapnya yang tak mau menandatangani berita acara penerimaan obat, akhirnya tercujud juga. Selasa, 12 Maret 2019, Yuni menghadiri undangan yang diberikan sebelumnya sebagai PNS yang akan dimutasi oleh Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri, SE yang suratnya ditandatangani oleh Sekda Kabupaten Bima, Drs. H. Taufik HAK.

Dalam mutasi yang dilakukan kemarin, Yuni dipindahkan menjadi Kepala Seksi di salah satu bidang pada kantor Bappeda Kabupaten Bima dalam 105 orang pejabat Eselon IV yang dimutasi oleh Bupati Bima.

Namun, kondisi mutasi itupun kembali disoroti Anggota DPRD Kabupaten Bima, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi IV, Muhammad Aminurlah, SE. Aminurlah alias Maman menduga ada indikasi lain dibalik mutasi jabatan yang dilakukan oleh Bupati Bima, Selasa, 12 Maret 2019.

"Mutasi memang haknya Bupati, dan haknya Pak Sekda. Tapi, tentunya tidak sekarang seharusnya. Apalagi sedang ada persoalan terkait pengadaan obat di Dikes itu. Jangan karena Kepala IFK itu tidak mau tandatangan hasil tahun 2019 untuk pengadaan obat di tahun 2018 lantas menjadi pemicu sehingga dia dimutasi ke tempat lain," ungkap Ketua DPD PAN Kabupaten Bima itu. 

Dilanjutnya, ia melihat kebijakan tersebut tidak sesuai dengan fokus pendidikannya Yuni. Karena itu, dirinya mengindikasikan hal tersebut sebagai kebijakan yang tidak berdasarkan pertimbangan baik.

"Itu sebenarnya harus sesuai dengan profesional orang. Kenapa tidak dibawa ke tempat yang sesuai dengan background pendidikannya. Atau seperti di rumah sakit, ke Rumah Sakit Umum Daerah mungkin, sesuai dengan fokus pendidikannya," kata Maman.

"Anak itu kan, jurusunnya dulu, Manajemen Rumah Sakit, mengambil Pasca Sarjana di Universitas Indonesia (UI), lulusan terbaik lagi. Nah, kenapa tidak dibawa kesana. Jangan karena dendam karena dia tidak mau tandatangan itu, sehingga itulah yang menjadi dasar dari keputusan kebijakan tersebut. Karena daerah ini, bukan punya nenek moyangnya. Daerah ini harus dikelola dengan baik," bebernya menambahkan.

Kata dia, dalam mengelola daerah, mesti harus dilihat dari unsur kebutuhannya. Artinya, segala bentuk kebijakan itu, harus melalui pertimbangan-pertimbangan yang mumpuni. Kalau daerah ini dia anggap sebagai punya nenek moyangnya, ya sudah dikelola saja sendiri.

"Ini kan sebenarnya, karena ada kepanikan. Nah, contohnya sekarang banyak ASN yang sudah diberhentikan gajinya karena perbuatan yang menyimpang itu. Lalu, kalau dia disuruh paksa untuk menandatangani hasil pengadaan obat itu, yang fisik obatnya dia tidak tahu, nanti yang akan tanggungjawabkan itu tentu dia sendiri bukan mereka. Siapa coba yang mau jebloskan diri ke penjara dan diberhentikan gajinya seperti 5 ASN yang sudah diberhentikan gajinya itu," terangnya.

"Harusnya Bupati dan pak Sekda arif dalam mengambil kebijakan. Jangan secara emosional dalam mengambil kebijakan, harusnya begitu. Mana yang bermasalah tidak dimutasi dan yang mau meluruskan masalah seolah diberi sanksi. Sudah tidak benar cara pemerintah itu," sambung dia.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda), Drs. H. Taufik, yang dikonfirmasi pada hari yang sama, mengaku, kebijakan-kebijakan itu, berdasarkan pertimbangan melalui prosedur dan juga memenuhi unsur kebutuhan.

"Keputusan Bupati itu sudah melalui mekanisme dan segala pertimbangan-pertimbangan, juga dilihat dari kebutuhan," ucap Sekda, dikutip dari salah satu media online.

Dilanjutnya, mutasi jabatan tersebut, tidak ada kaitannya dengan polemik yang sedang hangat sekarang ini.

"Hasil kebijakan ini tidak ada unsur balas dendam atau yang berkaitan dengan polemik di Dikes itu, ini murni atas kebijakan Bupati dan melalui mekanisme yang ditetapkan," tutupnya. (RED)

Related

Pemerintahan 1812011817415113431

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item