Penderita Kanker Payu Dara Mengerang Kesakitan, Ingin Obat Lanjut, Tak Ada Biaya

Mulyati (55), seorang warga miskin asal RT. 12/04, Kelurahan Tanjung, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima terbaring lemah tak berdaya di tempat tidurnya. METROMINI/Agus Gunawan
KOTA BIMA - Ibu Mulyati (55), seorang warga miskin asal RT. 12/04, Kelurahan Tanjung, Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima terbaring lemah tak berdaya di tempat tidurnya. Ibu dari tiga anak ini tak henti mengerang kesakitan saat awak media berkunjung ke kedediamannya, Jum’at (18/1/2019) pagi.

Menurut pengakuan putra pertama Mulyati, Abdul Rahman (31)  mengatakan, dalam diagnosa dokter ibunya menderita penyakit kanker payudara sejak tahun 2017 silam. Kata dia, lantaran tidak mendapatkan pengobatan maksimal, kanker yang dialaminya kini semakin menjalar menggerogoti bagian tubuh lainnya.

"Hasil analisa medis saat terakhir berobat di RSU Provinsi NTB beberapa bulan lalu, kanker Ibu saya sudah memasuki stadium 3B. Artinya semakin parah dan butuh segera ditangani pihak medis secara intensif dan serius," ujar dia.

Namun. sambung Abdul. apalah daya bagi keluarganya. Keluarga penjual jamu keliling ini bukanlah keluarga berada sehingga keadaannya kini hanya bisa terbaring lemah tak berdaya. Sementara, suaminya bernama Saminu (60), sehari-hari hanyalah penjual bakso. Saat ini, Saminu juga sudah tidak punya pemasukan lagi karena berhenti berjualan akibat sakit yang dialami istrinya sejak dua tahun yang lalu itu.

Kembali menurut keterangan Abdul, selama sakit yang dialami Ibu Mulyati, pihaknya sama sekali belum ada perhatian Pemerintah Kota Bima. Bahkan, menurutnya, pihak Ketua RT dan Ketua RW di lingkungan tempat tinggalnya serta pihak Pemerintah Kelurahan Tanjung terkesan tutup mata. 

"Pernah ada turun pihak Puskesmas sekali saja. Kalau dari pihak lain belum pernah dan bantuan juga tak ada di dapat selama ini," kata dia.

Diakuinya, dalam pengobatan ibunya, selama ini hanya menggunakan Kartu BPJS untuk layanan kelas 3 bagi warga yang tidak mampu. Kata dia, bermodal BPJS tentu tidaklah cukup karena banyak kebutuhan obat dan biaya lainnya yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan dalam pengobatan penyakit ibunya itu. 

Kata dia, keluarganya sudah menghabiskan biaya sekitar Rp20 juta selama beberapa kali pengobatan yang dilakukan. Biaya itu, menurutnya, untuk pembayaran kemoterapi, kebutuhan darah dan biaya hidup selama pendampingan ibunya yang dirujuk di ke Rumah Sakit yang ada di Mataram beberapa waktu yang lalu.

Ia melanjutkan, keadaan ekonomi yang tak ada, akhirnya, memaksa mereka pulang dari Mataram. Hingga saat ini, tidak bisa melanjutkan pengobatan lagi karena tak ada biaya yang dimiliki. Sehari-hari, ibunya hanya dirawat di rumah dan berobat seadanya.

"Dan awal ibu saya menderita kanker di tahun 2017 atau usai musibah banjir bandang yang melanda Kota Bima. Mulanya hanya benjolan di bagian dada. Karena mengira sakit biasa, ibu hanya minum obat tradisional. Tapi ternyata berselang beberapa minggu benjolan itu kembali membesar disertai rasa nyeri tak tertahan," ujar lelaki yang akrab di sapa Dul itu. 

Kata dia, ibunya sempat diperiksakan ke dokter dan dirawat di Rumah Sakit. Setelah melalui tindakan medis dan benjolan tersebut diambil sampel untuk dites. Baru diketahui ibunya menderita kanker payudara.

“Saat itulah ibu direkomendasi dirujuk ke Mataram. Selain diharuskan kemoterapi rutin, di bagian luka ibu harus ganti perban rutin dan selalu membutuhkan 3 kantong darah untuk transfusi,” jelasnya.

“Sebenarnya, kami ingin ibu dilakukan operasi pengangkatan kanker, tapi biayanya mungkin mahal dan kami tak sanggup membiayai,” imbuhnya menambahkan. (RED)

Related

Kabar Rakyat 9171160904069241388

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item