Masyarakat Adat Lombok Utara Tak Tenggelam dalam Ratapan

Masyarakat adat lombok di Dusun Dasan Beleq, Desa Gumantar, Kabupaten Lombok Utara, yang menjadi wilayah korban gempa bumi lombok. FACEBOOK/Dedy Ahmad Hermansyah
KABUPATEN LOMBOK UTARA - Hari yang memilukan, Minggu, 5 Agustus 2018 lalu. Hantaman gempa bumi yang dengan kekuatan magnitudo 7,0 SR di wilayah Kabupaten Lombok Utara (KLU) menewaskan setidaknya lebih dari 300 warga. Saat ini ada ratusan ribu di ribuan titik pengungsian akibat gempa bumi hebat yang melanda daerah kawasan wisata andalan Indonesia itu. 

Seorang relawan yang juga putra Pulau Lombok, Dedy Ahmad Hermansyah kini menjadi relawan gempa bumi. Ia bersama timnya mengunjungi beberapa titik pengungsian di kawasan Lombok Utara yang mengalami dampak yang sangat parah dalam tragedi yang terjadi di tahun 2018 ini. Jum'at, 10 Agustus 2018 ia mengunjungi Desa Gumantar, KLU. 

"Desa Gumantar adalah salah satu titik yang kami kunjungi. Di sana ada Dusun Dasan Beleq yang menjadi hunian atau tempat tinggal satu masyarakat adat Lombok saat ini," kisah dia yang diungkapkan melalui akun sosial media miliknya. 

Dedy menceritakan, saat memarkir motor, ia langsung disambut pemandangan yang mengagumkan. Sekelompok pria dewasa sedang bekerja membangun (kembali) tangga batu menuju pintu gerbang lingkungan rumah adat mereka. Di sisi yang lain, kaum perempuan sedang berkumpul di berugaq dekat dapur umum. 

"Hanya anak-anak yang asyik bermain dan membaca di depan rumah adat," kisahnya.

Lanjut dia, dari obrolan bersama tokoh-tokoh adat dan anak-anak muda di sana. Muncullah kisah saat gempa besar 7 SR. Rumah-rumah mereka ambruk. Ada yang luka-luka dari kejadian itu. Namun, kata Dedy, mereka tidak tenggelam dalam ratapan. 

"Mereka langsung mengorganisir diri, mewajibkan semua orang untuk bekerja bersama, tak boleh ada yang bekerja sendiri-sendiri. Tak boleh ada yang terpisah dari kelompok," tuturnya, Jum'at, 10 Agustus 2018 lalu.

Menurutnya, sejauh ini mereka sudah membahas dan membicarakan menyangkut antisipasi jika gempa bumi terjadi ke depannya. "Jika kondisi gempa ini terus berlanjut panjang, kami terpaksa menurunkan padi bulu sebagai kebutuhan pangan," kata salah satu tokoh adat yang dikutipnya.

Menurut dia, di Desa Adat Lombok, tidak sembarangan untuk menurunkan padi bulu. Padi bulu hanya diturunkan di saat-saat paceklik saja. Diakuinya, menuju ke Dusun Dasan Beleq harus menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Sebab itulah barangkali mengapa bantuan logistik ke daerah ini masih sangat minim. 

Namun, sambung dia, masyarakat dusun ini tetap beraktifitas seperti biasanya. Ia bahkan sempat ngobrol dengan warga yang sedang memanen kacang, di tengah keadaan mereka yang sedang berduka. 

"Ini sangu gempa, Pak," kata seorang ibu. 

"Kali ini mereka memutuskan untuk tidak akan menjual kacang hasil panen, namun akan digunakan untuk bahan pangan di pasca gempa bumi yang terjadi," tambahnya.

Ia melanjutkan, warga di dusun ini mengatakan, jika ke depan akan ada bantuan pembangunan rumah, mereka akan menolak jika konsepnya adalah rumah permanen atau modern. 

"Kami tidak mau rumah permanen, kami ingin kembali membangun rumah seperti yang dulu-dulu sebagaimana leluhur kami membangun rumah," tegas beberapa warga yang dikutipnya.

"Cuma memang akan ada perubahan-perubahan tertentu, tapi tidak prinsipil," tambahnya. 

Ada pelajaran yang berharga dari kisah yang didapat dari kehidupan warga di Desa Gumantar. "Barangkali kita perlu pengorganisasian seperti ini, agar dampak bencana dan bantuan tak membuat warga tergantung. Tetap mandiri," terang pemuda alumni Universitas Hasanuddin itu. (RED)

Related

Kabar Rakyat 7592841757538067702

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item