"Mafia Rumah Transmingran" Sekarang Jadi Camat Wawo

Ilustrasi kondisi rumah transmigran yang dihuni warga di Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. GOOGLE/Image
KABUPATEN BIMA - Di tahun 2003 pasangan almarghum H. Majid dan istrinya Araimah, pasangan kelarga asal Kecamatan Wawo memilih tinggal di Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. Dan di tahun 2008, dirinya mengajukan permohonan kepemilihan rumah transmigrasi di lokasi SP II, Desa, Oi Panihi, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. Dan ditahun 2013 lalu, H. Majid meninggal dunia di rumah yang diklaim oknum pejabat di SP II, Kecamatan Tambora tersebut. 

Araimah yang menetap bersama ketiga anaknya di Tambora saat ini. Mengaku kaget saat Camat Wawo mengklaim rumah yang ditempatinya adalah milik Pak Camat Wawo sekarang (Ridwan). Araimah menceritakan,  di tahun 2007-2008, memang penempatan rumah yang di Tamporo dirinya berkordinasi dengan Ridwan yang kebetulan adalah ASN di Disnakertrans Kabupaten Bima yang menangani soal rumah transmigtasi.

"Pembicaraan dengan Ridwan. Disepakitah kompensasi motor merk Suzuki Smash yang dulu senilai Rp13 juta dengan tiga lokasi rumah yang di SP II," cerita Araimah di kantor Metromini, Kamis, 23 Agustus 2018.

Araimah mengatakan, memang tiga rumah transmigrasi yang kondisi kosong saat itu dikuasi dan dimanfaatkan oleh dia dan suami serta dengan anak-anaknya. Tapi, ia mengaku, motor yang diberikan kepada Ridwan karena masih ada tunggakan angsurat kredit dan kondisi ekonomi yang melemah. Akhirnya, pelunasan motor yang diberikan sekaligus di lunasi oleh Ridwan ke pihak leasing/

"Karena sekitar Rp3 juta uang Ridwan yang terpakai dalam pelunasan motor. Saya menganggap kompensasi rumah untuk dua titik saja. Dan dua rumah tersebut sampai sekarang masih kami kuasai dan manfaatkan," tandas Araimah.

Nenek berusia 70 tahun itu melanjutkan, di lahan dan tanah yang dikuasainya saat ini hanya satu sertifikat yang dipegangnnya. Sementara, satu sertifikat lagi ada di tangan Ridwan. Dan yang membuat Araimah kecewa, saat Ridwan mengaku rumah yang diperbaikinya adalah rumah dan lahan milik Ridwan, sementara pada rumha yang sudah rusak bahkan tak dihuni adalah rumah pemberian Ridwan kepada dia dan suminya dulu.

"Mendengar kata Ridwan yang mengklaim rumah yang kami tempati adalah miliknya semalam lewat telpon. Saya merasa shock dan kaget. Kok bisanya dia yang sudah kami bantu waktu diproses inspektorat dengan pernyataan suami saya, mengklaim kembali rumah yang kami tempati sebagai miliknya. Dan Ridwan sekarang posisinya sudah menjabat Camat Wawo," tandasnya.

Jadi, lanjut dia, dulu itu almarhum H, Majid membuat pernyataan bahwa mendapati rumah di Tambora bikan karena pemberitan motor oleh Ridwan, Sebenarnya, kata dia, memang pemberian motor sehingga Ridwan memberikan lahan dan rumah bagi dia dan suaminya di Tambora saat ini. 

Araimah mengatakan, sebenarnya saat ini, pihaknya hanya ingin melunasi utang kepada Ridwan sisa tunggakan motor pada kejadian 10 tahun yang lalu dan Ridwan menyerahkan sertifikat lahan yang dijanjikannya dulu. 

"Tapi, Ridwan bukan melayani tapi diduga mencari keuntungan bagi kami yang ingin di Tambora sebagai transmigran," ujarnya. 

Di sisi lain, Adi Supriadi, Direktur LEAD Bima yang mendampingi Ibu Araimah menegaskan, semestinya selaku aparatur di Bidang Ketenagakerjaan, oknum seperti Ridwan harusnya memfasilitasi warga agar mau berbondong-bondong tinggal di Tambora. Bukan orang yang ingin mengabdi dan menggantungkan hidupany di Tambora lantas dibuat susah dan dicari keuntungan lagi.

"Saya yakin bagi masyarakat yang dulu  ingin tinggal di Tamboro akan disiapkan lahan dan rumah secara gratis. Jadi, kalau Ridwan periksa itu wajar karena dia sudah menerima gratifikasi atau menyalahgunakan jabatannya untuk mengatur pemberian rumah transmigrasi saat itu," tandas Adi atau akrab dipanggil Jappong, Kamis (23/8/2018) malam/

Adi menilai, saat Ridwan menjabat dan menangani rumah transmigrasi di Tambnora, terindikasi pola yang dilakukannya ibarat mafia dan diduga pula ia selalu mencari untung dari masyarakat yang ingin mendapatkan rumah di SP 2, Desa Oi Panihi atau di wilayah lain yang menjadi kewenangannya.

"Atas kasus ini, kami akan adukan Ridwan yang saat ini menjabat sebagai Camat Wawo ke Ombudsman dan dilaporkan secara tertulis kepada Bupati untuk ditinjau kembali jabatannya sebagai seorang camat. Karena terlihat, karakter Ridwan bukannya melayani dan membantu program pemerintah, melainkan mencari keuntungan dibalik jabatannya dan terbukti pada kasus yang dialami oleh Ibu Araimah," tandas Japong menegaskan. 

Sementara itu, melalui ponselnya, Camat Wawo Ridwan mengaku, sebenarnya tidak ada pemberian motor yang digantikan dengan rumah di daerah transmigran. 

"Yang ada dulu saya memberikan uang Rp6 juta senilai motor yang diberikan oleh alm. H. Majid. Tapi, saat dikendarai anak saya ternyata motor tersebut belum lunas ada tunggakan yang saya selesaikan sekitar Rp4 juta. Dan kejadian itahun 2008 atau 10 tahum yang lalu," terang Ridwan, siang tadi.

Ridwan menceritakan, rumah yang ditempati oleh Ibu Araimah adalah rumah di SP 2 yang ditinggalkan oleh eksodus asal Timur Laste di tahun 2003-2004. Dan sebenarnya, alm H. Majid dan istrinya yang mendatangi dan meminta bantu agar mendapat lahan serta tempat tinggai di Oi Panihi.

"Memang saat itu, diberiakan dua lahan dan dua tempat tinggal bernomor 80 dan 83," sebut camat.

Kata dia, dirinya memang menelepon Ibu Araimah dan menegaskan posisi rumha miliknya adalah yang 83. Sementara yang nomor 80 yang ditempati Ibu Araimah beserta anaknya adalah milik dia yang dikarenakan Ibu Araimah tidak mampu melunasi utangnnya yang dibayarkan pada pelunasan motor Smash kepada pihak leasing.

"Bayangkan saja 10 tahun yang lalu, saya malu di tagih dan didatangi. Mereka janji bayar dua bulan dan sampai sekarang belum dilunasi juga," ucap Camat Wawo.

Camat mengaku, terkait sertifikat, kalau rumah yang ditempati Ibu Araimah yang nomor 80 msertifikatnya ada di mereka. Sedangkan menuru mereka yang nomor 83 ada didirinya, hal itu dibantah oleh Ridwan.

"Kalau sertifikat yang nomor 80 tidak ada di sana. Bisa dicek sertifikatnya di Kantor Transmigrasi kabupaten Bima atau di kantor Camat Tambora karena oleh mantan Sekcam Tambora beberapa tahun lalau ada 225 sertifikat untuk kawasan SP I dan SP II maupun yang lainnya," terang Ridwan.

Saat ditanya, adanya pernyaan alm. Majid soal penganguliran penyerahan motor sebagai kompensasi tanah dan rumah, Ridwan terdengar mengalihkan pembicaraannya pada yang lain. Saat ini, Ridwan menegaskan, pihak Ibu Araimah harus membayar 10 juta dan akan dibantu untuk ditemukan sertifikat rumah di kantor Dinas Disnakertrans kabupaten Bima. 

"Sebenarnya bicara uang. Tapi kalau ada Rp10 juta bisa kita bantu carikan sertifikat yang diinginkan Ibu Araimah," tandas Camat dengan permintaannya yang jelas lewat ponselnya, sore tadi. (RED)

Related

Kabar Rakyat 3198289593295953864

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item