Aturan Baru BPJS Dinilai IDI Rugikan Masyarakat
https://www.metromini.info/2018/08/aturan-baru-bpjs-dinilai-idi-rugikan.html
Ilustrasi pelayanan di salah satu kantor BPJS. GOOGLE/Image |
JAKARTA - Beberapa waktu lalu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) merilis 3 aturan baru terkait maternity, pasien katarak, dan pelayanan rehab medik. Tiga aturan baru tersebut terkait dengan kebijakan BPJS dalam mengatasi defisit anggaran.
Menanggapi hal itu Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan bahwa keputusan BPJS tersebut berisiko merugikan masyarakat dalam berbagai hal. Ketua Umum PB IDI, Prof. dr. Marsis SpOG, mengatakan ada beberapa aturan yang tidak berpihak pada masyarakat.
“Kami berpendapat implikasi penerapan Perdirjampel (Peraturan Dirjen Jaminan Pelayanan) BPJS Kesehatan No 2,3 Dan 5 Tahun 2018 akan merugikan. Karenanya perbaikan sistem pembayaran harus ditingkatkan,” ujarnya di kantor IDI Menteng Jakarta Pusat, Kamis 2 Agustus 2018 lalu
Marsis menjelaskan, dalam Perdirjampel BPJS Kesehatan no. 2, 3 dan 5 tahun 2018 tersebut berisi tentang beberapa poin,
1. Bayi baru lahir dengan kondisi sehat post operasi caesar maupun per vaginam dengan atau tanpa penyulit dibayar dalam 1 paket persalinan.
2. Penderita penyakit katarak dijamin BPJS Kesehatan apabila visus kurang dari 6/18 dan jumlah operasi katarak dibatasi dengan kuota
3. Tindakan rehabilitasi medis dibatasi maksimal 2 kali per minggu (8 kali dalam 1 bulan).
Menurut dia, hal itu sangat bertentangan karena semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat bahkan kematian. Selain itu, kebutaan katarak di Indonesia salah satu yang tertinggi di dunia. Perdirjampel nomor 2 dengan quota akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat.
“Kebutaan menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko cedera dalam melakukan aktivitas sehari-hari,” ujarnya.
Selain itu, ia menambahkan pasien yang hanya mendapat pelayanan rehabilitasi medik maksimal 2 kali per minggu akan dirugikan karena hal tersebut tidak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik dan akibatnya hasil terapi tidak tercapai secara optimal dan kondisi disabilitas sulit teratasi.
“Semestinya defisit BPJS tidak bisa dijadikan alasan untuk menurunkan kualitas pelayanan,” kata Marsis.
Lebih lanjut, pihak IDI juga menginisiasi terbitnya peraturan presiden tentang iur/urun biaya sesuai amanah UU nomor 40 tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
“Masyarakat berhak mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sesuai perpres nomor 12 tahun 2013 pasal 22 dan pasal 25 yaitu semua jenis penyakit di atas harusnya dijamin oleh BPJS Kesehatan,” tutup Ketua Umum IDI itu. (RED)
__________
Berita ini sudah dirilis oleh situs www.viva.co.id, dengan tajuk berita, "Keluarkan Peraturan Baru, IDI Sebut BPJS Merugikan Masyarakat."
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.