Pawai Budaya di Cabang Talabiu, Bagian Mewujudkan Bima 'RAMAH'



Group drum band asal Pemkab Bima di acara Pawai Budaya, Selasa, 4 Juli 2017 kemarin. METROMINI/Agus Gunawan
KABUPATEN BIMA - Beberapa waktu yang lalu terjadi tragedi penutupan jalan yang dilakukan warga Desa Talabiu. Aksi ini merupakan balasan terhadap dugaan represif oknum anggota kepolisian. Kala itu, warga Desa Talabiu memblokir cabang atau perempatan Talabiu yang mengakibatkan lumpuhnya jalan trans nasional itu. 


Dalam rangka memperingati Hari Jadi Bima yang ke-377. Pemerintah Kabupaten Bima menggelar kegiatan pawai budaya. Kegiatan ini diselenggarakan, Selasa, 4 Juli 2017 kemarin, di mana para peserta menampilkan berbagai ragam budaya dengan jalan kaki. Lokasi star aksi pawai budaya ini yaitu dari cabang Desa Tente dan dipusatkan di cabang Desa Talabiu, Kecamatan Woha. 

Cabang Talabiu ini, merupakan saksi bisu di mana, tragedi pemblokir warga saat konflik vertikal yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Tentu saja, tragedi di Cabang Talabiu tentu menciderai bentuk motto daerah Kabupaten Bima yang RAMAH (Religius, Aman, Makmur dan Handal).


Jajaran pejabat yang ada di Panggung Kehormatan saat acara Pawai Budaya, Selasa, 4 Juli 2017 kemarin. METROMINI/Agus Gunawan
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima, Drs. H. Taufik Hak, M.Si mengungkapkan, ditentukannya lokasi cabang Desa Talabiu sebagai konsentrasi atau titik akhir kegiatan pawai budaya kemarin merupakan hasil keputusan dari rapat penitia Hari Jadi Bima yang ke-377.

Selain itu, H. Taufik mengatakan, pihaknya sengaja menentukan pawai budaya di cabang Desa Talabiu sebagai wujud dalam menjawab bahwa motto Bima RAMAH merupakan harga mati yang harus diwujudkan di Kabupaten Bima.

"Kalau dulu di Cabang Talabiu warga pernah blokir jalan. Dan di kegiatan pawai budaya kemarin, di lokasi yang sama, warga bisa menghargai segala perbedaan budaya sebagai bentuk mewujudkan bima yang ramah dan kesadaran berdemokrasi atau menghargai perbedaan di Kabupaten Bima," jelas H. Taufik.

Kata dia, pertunjukkan yang ditampilkan kemarin seperti adanya pertunjukkan dari budaya di luar etnis Bima itu merupakan hal yang wajar saja. Dan memang, sambung Taufik, setiap etnis yang ada di Bima, sengaja diundang oleh panitia pelaksana untuk ikut memberikan kontribusi dan peran sertanya.

"Adanya pertunjukkan budaya di luar Bima seperti ogoh-ogoh dan tarian kuda dari Jawa Barat, memang sengaja kami yang undang etnis di luar Bima untuk ikut serta dalam kegiatan pawai budaya kemarin. Dan saya kita, kita hidup di Indonesia sudah harus dewasa dalam memaknai segenap perbedaan budaya," ungkap dia.

Dijelaskannya, perbedaan-perbedaan budaya yang ada di Bima adalah sumber kekuatan kita. 

Kata dia, dengan menghargai perbedaan, di mata orang luar, bahwa tingkat kedewasaan dan primordial berpikir masyarakat Bima yang identik dengan kekerasan dan perang horisontal bisa menjadi jawaban atas preseden buruk yang dicitrakan pihak luar terhadap daerah bima selama ini.

"Kita harus menghargai perbedaan. Karena perbedaan ini adalah kekuatan. Pandangan orang selama ini Bima identik dengan kekerasan. Untuk itu, dengan kedewasaan berpikir kita dalam menghargai perbedaan, maka citra buruk yang semakin menjauhkan Bima dengan motto keramahannya bisa terjawab," kata dia.

"Jika Bima ingin maju, maka dengan kedewasaan berpikir yang ada di masyarakatnya dan hidup lebih dewasa menghargai segala perbedaan. Maka, pembangunan dan kemajuan di Bima akan dengan mudah dan cepar terwujud," jelas dan tutup H. Taufik, dalam diskusi ringan di kediamannya,  Rabu, 5 Juli 2017 malam ini. (RED) 

.


Related

Pemerintahan 8525545230526079926

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item