Keliru Jika Mengira Nenek ini Adalah Miskin, Dia Sufi Bagi Anaknya
https://www.metromini.info/2017/06/keliru-jika-mengira-nenek-ini-adalah.html
Siti Hajar Ismail. FACEBOOK/Ruwaidah Anwar |
KOTA BIMA - Ruwaidah Anwar, tepatnya, Sabtu, 24 Juni 2017 sekitar pukul 15:46 WITA mengunggah Foto yang sebelumnya dibagikan warganet di sosial media, sebagai sosok yang mungkin dikira sebagian warga sosial media adalah bagian dari orang tua yang papa.
Anggapan itu sangatkah keliru. Hal ini ditegaskan oleh Ruwaidah Anwar, puteri dari Nenek penjual pisang itu. Dalam akun Facebook miliknya, Ruwaidah menuliskan kisah Ibundanya yang bernama Siti Hajar Ismail yang biasa memang menjajakan atau menjual pisang di troktoar yang ada di depan bagian timur pagar kantor Wali Kota Bima, di pinggir jalan Soekarno Hatta itu.
Berikut catatan anak Sang Ibu penjual pisang yang mengklarifikasi status Ibundanya yang terlanjur heboh di sosial media sebelumnya.
"Bismillah... saya haturkan terimakasih yg tulus kpd teman2 yg begitu perhatian kepada Ibu Saya, Siti Hajar Ismail. Tetapi saya mengharapkan kepada tmn2 utk TIDAK memotret Ibu saya diam-diam dan mempostingnya di sosmed dg embel2 kalimat mengasihani. Teman2 kalau berbuat baik nggak usah pamer-pamer. Saya merasa tidak nyaman dg cara kalian, seolah-olah sy dan saudara2 sy yg lain tdk memperhatikan ibu kami.
Di usianya yg sudah lebih dr 80 tahun ini, Ibu saya masih merasa kuat utk berdagang. Padahal kakak2 sy sudah mampu menafkahi beliau. Saya mengenal betul keluarga saya yg begitu pekerja keras. Mereka tdk mau pindah2 pekerjaan demi uang banyak. Pekerjaan bagi kami adalah ketekunan menempa diri.
Bertahun-tahun saya mengajak ibu saya agar tdk berjualan lg. Tetapi beliau begitu keukeh. Jangankan pisang beberapa sisir itu, sehari-hari beliau menjual krupuk, garam dan arang. Alasannya cukup sederhana, beliau hanya ingin membantu orang. Pertama, membantu pemilik dagangan. Dan yang kedua, orang pasti membutuhkan apa yg beliau dagangkan.
IBU ADALAH SEORANG SUFI
Siti Hajar Ismail. FACEBOOK/Faharudin Bin Kalman |
Saya hanya bisa membayangkan kakek saya, OMPU LA NGGODU, ayah dari ibu saya. Disebut La Nggodu karena dahulu (berdasarkan cerita para tetua di Pena Raga) pada masa Jepang, Ompu hendak ditembak tantara Nippon (Jepang), hanya dengan menunjuk arah senjata dg telunjuknya dan menggigit giginya sendiri, pelatuk bedil itu meledak sendiri di tangan tentara Nipponn saat ditarik.
Kakak saya yg nomor tiga, pernah berjumpa tetua Pena Raga saat menyeberang ke Bali dari Jakarta. Aku lupa nama tetua itu, hanya saja ia bercerita ttg ompu. Katanya: "Ompu kamu itu orang hebat, kalau berdzikir, suaranya sampai menggema ka seluruh penjuru Pena Raga."
Ibu juga selalu bilang, konon Ompu memang Glarang yg banyak menghabiskan waktu berjam-jam utk Dzikir.
Saya menyadari kalau Ibu mewarisi lelaku suci kakek saya. Ibu tidak pernah bolong puasa senin-kamis. Shalat tahajjud tdk pernah tinggal.
Teman2 melihat beliau kadang berdagang, kadang tidak. Beliau senang mengunjungi saudara-saudaranya di Wawo dan di Tolo Uwi.
Saat kecil sampai Aliyah saya selalu maen ke rumah Ibu. Di saat itu pula beliau mengambil ibu jarinya dan memasukkannya dalam Rera Keka (Pangkal lidah), lalu beliau mengusapkannya ke mata saya (mata yg buta biasanya diusap berkali-kali). Beliau membaca doa dengan bahasa Bima yg paling halus; meminta agar mata saya dalam keadaan baik, dan sy bisa bermanfaat bagi sesama.
Hamdallah, saya meyakini begitu berkah doa dan usapan tangan beliau, sehingga saya jarang sakit sampai hr ini.
PEKERJAAN ADALAH HOBI
FACEBOOK/Ruwaidah Anwar |
Sekiranya, kalimat inilah yg mewakili obsesi Ibu utk berdagang. Seperti yg sudah saya jelaskan ibu itu seperti itu. Keukeh kalao berdagang. Dia kuat jalan kaki dr kampung ke kampung. Apakah aku dan saudaraku tdk perhatian kpd Ibu?
Kami tdk bisa mengukur apakah kami perhatian atau tidak, setiap meminta beliau agar tak berjualan, beliau bilang, aku msh kuat. Dia tertawa terkekeh-kekeh. Lalu kami hrs apa lagi?
Berdagang bagi ibu bukanlah urusan perut atau urusan ada uang utk beli beras hr ini atau tdk. Ibu tdk mau menerima uang secara cuma-cumq. Kalau tmn2 memberinya uang pasti beliau menukarnya dg barang dagangannya. Beliau itu berdagang sebagai menghabiskan waktunya, yang saya tau, orang Bima itu tdk berpangku tangan.
Begitupun ibu saya, ia pernah bilang masakah mau menghabiskan wkt di waktu tua utk tidur dan makan? Bagi Ibu, kalau tdk beraktivitas badannya terasa sakit. Maka, kami biarkan ibu dengan hobinya.
Begitupun ibu saya, ia pernah bilang masakah mau menghabiskan wkt di waktu tua utk tidur dan makan? Bagi Ibu, kalau tdk beraktivitas badannya terasa sakit. Maka, kami biarkan ibu dengan hobinya.
Kepada teman-teman semua, sekali lagi terimakasih atas perhatian teman-teman kepada Ibu saya. Semoga Allah membalasnya dg kebaikan yg melimpah. Dan semoga Ibu saya diberi kesehatan terus-menerus dan sembah ampun saya dg ibuku, wanita terhebatku yg doa dan nasihatnya msh aku harapkan terus. Aamiin," tulis Ruwaidah Anwar Ismail, putri dari Sang Ibu penjual pisang yang kerap bergulat dengan bacaan berat seperti Tafsir, Tasawwuf, Fikih, Budaya, Sosiologi dan Filsafat itu. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.