Represif Polisi Terhadap Wartawan, "Itu Pelecehan Demokrasi"
https://www.metromini.info/2017/05/represif-polisi-terhadap-wartawan.html
Oknum polisi yang diduga melakukan kekerasan terhadap wartawan yang bertugas meliput bentrokan yang terjadi antara massa LMND dan Polisi, Rabu, 25 Mei 2017. METROMINI/Dok |
KABUPATEN BIMA - Demo yang digelar oleh Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Kabupaten Bima di depan kampus STKIP Taman Siswa, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, Rabu, 24 Mei 2017, menyorot sederet kebijakan pemerintah baik di tingkat daerah dan pusat. Aksi itu pun akhirnya terjadi chaos dan bentrok. Puluhan masa aksi terlibat bentrok aparat kepolisian yang menjaga aksi tersebut.
Disinyalir aksi yang menutup akses jalan negara dan membuat kemacetan itu memicu perseteruan massa aksi dengan aparat polisi. Akhirnya, komunikasi yang buntu antara kedua belah pihak, akhirnya polisi yang menilai aksi tersebut merugikan kepentingan umum, melakukan upaya paksa terhadap puluhan massa aksi LMND.
Di tengah bentrokan yang terjadi, tindakan premanisme aparat Polisi pun tak pandang bulu. Dua wartawan Bima yang meliput aksi bentrok itu merasakan kekerasan fisik dari oknum polisi. Mereka adalah Wartawan Harian Pagi Bima Ekspres dan situs berita online www.bimakini.com, Hermansyah dan Ibrahim dari media Mingguan Suara Rakyat.
Kedua mengaku dirampas kameranya oleh oknum Polisi karena dilarang mengambil gambar. Tidak hanya itu, dua wartawan yang sedang bertugas diseret dan nyaris diangkut ke mobil Dalmas Polres Bima.
Kedua mengaku dirampas kameranya oleh oknum Polisi karena dilarang mengambil gambar. Tidak hanya itu, dua wartawan yang sedang bertugas diseret dan nyaris diangkut ke mobil Dalmas Polres Bima.
Kepada beberapa media, Ibrahim mengaku,saat bertugas meliput demo LMND Bima, dan saat mengambil gambar ketika bentrokan antara pendemo dengan Polisi, kamera miliknya langsung dirampas oleh anggota Polres Bima.
"Kamera saya langsung dirampas oleh polisi tanpa basa basi apalagi permisi," ketuh wartawan yang pernah magang di Metromini itu.
Kata dia. mereka tidak terima saat dirinya menanyakan mengapa kameranya diambil. Diakuinya, kamera merk Nik*n yang dimilikinya, setelah dihapus baru dikembalikan oleh polisi.
"Namun, setelah dikembalikan saya cek kamera itu tidak bisa nyala. Saya pun protes, tapi tangan saya langsung ditarik dan seret sampai ke mobil Dalmas Polres Bima, yang diparkir di bagian sisi kiri jalan," ungkapnya.
"Saya sudah didorong untuk diseret ke mobil. Tapi tidak sempat naik ke mobil," keluh Ibrahim menambahkan.
Chaos yang terjadi antara massa LMND dan Polisi. Rabu, 23 Mei 2017. METROMINI/Dok |
Sementara itu, Hermansyah mengaku, polisi melarang dia untuk ambil gambar. Namun, karena bertugas sebagai wartawan, ia pun menunjukan IDcard yang dikantung di lehernya. Tapi, usaha itu tak berarti. Oknum polisi tidak memperdulikan identitas dirinya, namun justru Herman ditarik tangannya dan diseret mendekat ke mobil Dalmas.
"Kata polisi saat itu, kami (polisi) tidak tahu mau dari media mana, yang penting angkut dulu, kalau mau protes silakan ke kantor," ujar Herman yang meniru pengakuan oknum polisi yang menyeretnya itu.
Menurut Pimpinan Redaksi (Pimred) Metromini, Agus Mawardy mengungkapkan, tindakan sebagaimana pengakuan dua wartawan yang diintimidasi secara profesi jurnalistiknya oleh siapapun itu adalah penghinaan terhadap UU Pers dan demokrasi di negeri ini. Polisi harus bersikap profesional dalam membaca situasi dan tidak bergaya ubahnya preman beratribut, lalu menyeret wartawan padahal mereka dilindungi oleh hukum dalam menjalnkan tugas-tugas jurnalistiknya.
"Kekerasan yang dilakukan oleh wartawan itu pelecehan terhadap demokrasi. Kalau Polisi keberadaannya di negeri ini karena ada Undang-undang (UU) yang mengaturnya. Demikian juga dengan Pers ada UU-nya. Posisi wartawan dan polisi itu sama," tegas dia.
"Kekerasan yang dilakukan oleh wartawan itu pelecehan terhadap demokrasi. Kalau Polisi keberadaannya di negeri ini karena ada Undang-undang (UU) yang mengaturnya. Demikian juga dengan Pers ada UU-nya. Posisi wartawan dan polisi itu sama," tegas dia.
"Kekerasan hanya dilakukan preman. Bukan aparat polisi yang harus mengawal proses demokrasi dan mengedepankan asas praduga tak bersalah dan tindakan penyeretak dua wartawan itu wajib di kutuk dan dihilangkan di bumi persada Indonesia ini," tendas dan tegas Agus, mantan Ketua LMND Bima itu.
Sementara itu, Kapolres Bima AKBP M Eka Fathurrahman, SH, SIK, yang dikonfirmasi lewat pesan WA-nya belum menanggapi pertanyaan dari wartawan Metromini. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.