Anak Lambitu Jual Nyiru, Dikbudpora Seolah Tak Mau Tahu


Sahrul, siswa kelas VII SMP, Menjajakan Nyiru dan meninggalkan sekolahnya di Lambitu, Kamis, 6 April 2017. METROMINI/Agus Mawardy

KABUPATEN BIMA - Di tengah gonjang-ganjing mutasi stakeholder di dunia pendidikan Kabupaten Bima. Ada hal yang begitu menyayat hati. Singkirkan dulu persoalan aroma uang dan konspirasi serta emosi berbalut ego sektoral yang terjadi dampak mutasi para Kepala Sekolah di Pemerintah Kabupaten Bima, kemarin.

Baca: Mutasi Masih Ada, Tunggu Episode Selanjutnya

Potret buram dunia pendidikan terpampang jelas di hadapan mata saat ini. Ternyata, sekitar 6 hingga 10 anak berusia remaja yang kini duduk di Kelas VII SMP, bila paginya tidak ke sekolah. Anak-anak asal SMP di Lambitu yang berasal dari Desa Teta dan Desa Tarlawi menjajakan nyiru dan mengorbankan sekolahnya.

Di tengah perisitirahatannya menundu tangkai bambu dengan beban jejeran nyiru yang dijajakannya. Ditemui seorang anggota polisi, anak remaja yang mengaku dirinya bernama Sahrul terlihat polos dan seakan tersenyum dengan beban yang bukan  menjadi tanggungannya saat ini.

Sahrul terpaksa mengambil dan memikul pekerjaan ini karena beban kehidupan keluarnya yang papa. Tak hanya dirinya, Sahrul juga mengaku dia bersama teman-temanya jalan menjual nyiru berkeliling dan tersebar di masing-masing kelurahan yang ada di Kota Bima.

Fenomena ini, mengkuatirkan banyak kalangan tentang kelanjutan generasi bangsa dan daerah ini. Jika kecil, tak mengenyam pendidikan yang layak, apakah modal berjualan nyiru bisa menjamin perbaikan kualitas hidupnya kelak.

Rasa iba dan perhatian ini datang dari seorang angoota Polisi. Kepada Pak Polisi itu, Sahrul mengaku, dalam tiap minggunya tetap turun ke Kota Bima dan menjual nyitu ke rumah-rumah warga. Harga yang dijualnya pun tak seberapa. Satu nyiru (alat rumah tangga, berbentuk bundar, dibuat dari bambu yang dianyam, gunanya untuk menampi beras dan sebagainyai) dijualnya dengan harga Rp10.000 saja.

"Saya dan ada sekitar 10 orang, kami menjual nyiru di Kota Bima. Sebenarnya saya kelas I SMP di SMPN Lambitu. Namun, karena memang tak ada yang untuk makan Om, ya kami menjual ini (nyiru, red) untuk tambahan uang jajan. Kami memang tidak sekolah, tapi sesekali tetap seh ke sekolah." kata Sahrul yang dikutip Metromini dari keterangan anggota Polisi dan bertugas di Reserse Brimob Kompi A Bima, Kamis, 6 April 2017 pagi tadi.

Menurut Polisi asal Bima itu, dirinya pun baru tahu, jika ada anak di Bima yang sengaja meninggalkan sekolahnya hanya untuk menjual nyiru.

"Ini sungguh memprihatinkan dan Dinas Pendidikan sangat disayangkan buta akan kondisi ini, padahal aktivitas anak-anak ini sudah cukup lama dan sering sekali meninggalkan sekolahnya," kata dia.

Baca juga: Mutasi Kepsek, Bupati ‘Terpleset’ di PTUN

"Anak bukan untuk dieksploitasi dan disuruh cari uang. Anak harus sekolah. Anak harus bermain dan anak Bima harus senang. Ini miris, sungguh Dinas Pendidikan dan sekolah telah 'berdosa' dengan kejadian, anak yang dipaksakan untuk mencari nafkah seperti ini," ujar sumber Metromini lainnya, seorang praktisi pendidikan bernama samaran, Caesar Rontu, seorang Guru di daerah ini, sore tadi. (RED)

Related

Pendidikan 8309847866374856137

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item