Pimpinan Dewan (Syahbudin), Disuruh Belajar Lagi
https://www.metromini.info/2017/03/pimpinan-dewan-syahbudin-disuruh.html
Sidak hasil pekerjaan drainase kota oleh komisi III DPRD Kota Bima, Selasa (28/2/2017). FOTO: Armansyah Arman/FACEBOOK |
KOTA BIMA - Ada hal yang menegangkan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bima. Saat ini, misteri dana Rp13 miliar yang konon kabarnya berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI, masih diragukan sebagian anggota DPRD Kota Bima, khususnya di Komisi III.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bima, Syahbudin mengatakan, untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) tanggap darurat pekerjaan normalisasi drainase seperti yang disampaikan oleh Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bima, Drs. Muhtar Landa adalah sebesar Rp13 miliar. Namun, itu belum tertuang pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017.
"Karena anggaran APBD 2017 sudah diketok sebelum banjir, maka anggaran tanggap darurat itu akan masuk ke APBD-P," ujar Syahbudin saat diwawancarai Metromini di ruang kerjanya, Senin (27/2/2017).
Menurutnya, anggaran yang dituangkan pada APBD-P 2017 itu legal.
"Anggaran itu berikan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Red) Pusat masa kita menolaknya. Karena dikasih orang ya kita terima," katanya.
Baca juga:
Pernyataan Syahbudin tersebut dinilai konyol oleh mantan Ketua Komisi III, Alvian Indra Wirawan alias Pawang. Ia mengatakan, Syahbudin tidak mengerti substansi yang dibicarakannya. Saat ini, kata Pawang, Komisi III sedang mengecek dan menelusuri bentuk proyek yang berlindung dibalik dana Rp13 miliar. Setelah dilakukan penelusuran, uang ini ternyata belum ada atau sedang dicairkan dari BNPB ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bima.
"Informasi adanya uang Rp13 miliar inikan baru katanya dari BNPB. Kejelasannya juga setelah ditelusuri juga belum didapat oleh Pemerintah Kota Bima. Lantaran dasar uang Rp13 miliar ini hingga keadaan kota jadi semberawut seperti ini," tuding Pawang, di ruangan Komisi III, Rabu (1/3/2017) pagi tadi.
Ia menjelaskan, dari investigasi di lapangan yang dilakukan pihaknya. Menurut keterangan kontraktor dan pengawas ada senilai sembilan lebih miliar yang sedang dikerjakan di Jalan Lumba-lumba, Jalan Tongkol, Jalan Kepiting dan Jalan Pelita. Semua dalam bentuk pembangunan atau perbaikan drainase.
"Kontraktor dan pengawas itu ditunjuk secara lisan. Jika dana Rp13 miliar itu bentuknya tanggap darurat bukan perbaikan atau pembangunan drainase yang dilakukan. Itu masuk dalam kategori dana rehab rekon," ujarnya.
Dia menguraikan, jika bentuknya tanggap darurat syarat pekerjaan dilakukan sesaat setelah bencana seperti dana Cash For Work yang Rp500.000. Jika bentuknya rehap rekon seperti proyek perbaikan drainase itu tidak bisa dilakukan penunjukkan lisan seperti itu.
Mekanisme dana rehap rekon, sambung Pawang, harus masuk dalam dokumen APBD. Jika tidak ada pos anggarannya di APBD itu proyek 'siluman' namanya. Apa maksud Syahbudin sah dan masuk di DAK, apa kaitannya dengan bencana alam. Buka Dokumen APBD 2017 sekarang, ada tidak pekerjaan itu. Sudah ditender dan jelas tidak dokumen proyek tersebut.
"Makanya, kami turun kemarin ke lapangan dalam rangka mengecek kepastian ptoyek yang kabarnya menurut pekerja di lokasi dilakukan oleh PT. Bunga Raya dan PT. Tukad Mas. Untuk memberhentikan pekerjaan tersebut, karena tidak jelas juntrungan legal standing proyeknya," pungkas anggota Badan Anggaran (Banggar) Legislatif itu.
"Syahbudin itu ngomong apa, suruh belajar lagi dulu dia sana. Semestinya Pak Syahbudin itu memahami tupoksi sebagai wakil rakyat yang di dalamnya terdapat kewenangan bentuk pengawasan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah," semprot duta Partai Golkar itu menambahkan.
Di sisi lain, Syahbudin masih diupayakan konfirmasi terkait berita ini. (RED)
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bima, Syahbudin mengatakan, untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) tanggap darurat pekerjaan normalisasi drainase seperti yang disampaikan oleh Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bima, Drs. Muhtar Landa adalah sebesar Rp13 miliar. Namun, itu belum tertuang pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017.
Ia menjelaskan bahwa anggaran yang belum tertuang pada APBD 2017 itu rencananya akan tertuang pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2017 nanti.
"Karena anggaran APBD 2017 sudah diketok sebelum banjir, maka anggaran tanggap darurat itu akan masuk ke APBD-P," ujar Syahbudin saat diwawancarai Metromini di ruang kerjanya, Senin (27/2/2017).
Menurutnya, anggaran yang dituangkan pada APBD-P 2017 itu legal.
"Anggaran itu berikan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Red) Pusat masa kita menolaknya. Karena dikasih orang ya kita terima," katanya.
Baca juga:
- Pimpinan Dewan Anggap Proyek Drainase di Jalan Negara itu Sah
- Pimpinan DPRD Dorong APBD 2017 Cepat Dilakukan Perubahan
Pernyataan Syahbudin tersebut dinilai konyol oleh mantan Ketua Komisi III, Alvian Indra Wirawan alias Pawang. Ia mengatakan, Syahbudin tidak mengerti substansi yang dibicarakannya. Saat ini, kata Pawang, Komisi III sedang mengecek dan menelusuri bentuk proyek yang berlindung dibalik dana Rp13 miliar. Setelah dilakukan penelusuran, uang ini ternyata belum ada atau sedang dicairkan dari BNPB ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bima.
"Informasi adanya uang Rp13 miliar inikan baru katanya dari BNPB. Kejelasannya juga setelah ditelusuri juga belum didapat oleh Pemerintah Kota Bima. Lantaran dasar uang Rp13 miliar ini hingga keadaan kota jadi semberawut seperti ini," tuding Pawang, di ruangan Komisi III, Rabu (1/3/2017) pagi tadi.
Ia menjelaskan, dari investigasi di lapangan yang dilakukan pihaknya. Menurut keterangan kontraktor dan pengawas ada senilai sembilan lebih miliar yang sedang dikerjakan di Jalan Lumba-lumba, Jalan Tongkol, Jalan Kepiting dan Jalan Pelita. Semua dalam bentuk pembangunan atau perbaikan drainase.
"Kontraktor dan pengawas itu ditunjuk secara lisan. Jika dana Rp13 miliar itu bentuknya tanggap darurat bukan perbaikan atau pembangunan drainase yang dilakukan. Itu masuk dalam kategori dana rehab rekon," ujarnya.
Dia menguraikan, jika bentuknya tanggap darurat syarat pekerjaan dilakukan sesaat setelah bencana seperti dana Cash For Work yang Rp500.000. Jika bentuknya rehap rekon seperti proyek perbaikan drainase itu tidak bisa dilakukan penunjukkan lisan seperti itu.
Mekanisme dana rehap rekon, sambung Pawang, harus masuk dalam dokumen APBD. Jika tidak ada pos anggarannya di APBD itu proyek 'siluman' namanya. Apa maksud Syahbudin sah dan masuk di DAK, apa kaitannya dengan bencana alam. Buka Dokumen APBD 2017 sekarang, ada tidak pekerjaan itu. Sudah ditender dan jelas tidak dokumen proyek tersebut.
"Makanya, kami turun kemarin ke lapangan dalam rangka mengecek kepastian ptoyek yang kabarnya menurut pekerja di lokasi dilakukan oleh PT. Bunga Raya dan PT. Tukad Mas. Untuk memberhentikan pekerjaan tersebut, karena tidak jelas juntrungan legal standing proyeknya," pungkas anggota Badan Anggaran (Banggar) Legislatif itu.
"Syahbudin itu ngomong apa, suruh belajar lagi dulu dia sana. Semestinya Pak Syahbudin itu memahami tupoksi sebagai wakil rakyat yang di dalamnya terdapat kewenangan bentuk pengawasan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah," semprot duta Partai Golkar itu menambahkan.
Di sisi lain, Syahbudin masih diupayakan konfirmasi terkait berita ini. (RED)
Baca juga:
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.