Fajlurrahman: Kalau 'Tuyul' Politik Berkicau Seperti Ini

Ilustrasi. GOOGLE/www.qureta.com
JAKARTA - Dalam mengamati perkembangan sosial media yang cenderung dengan beragam status yang menjelaskan makna demokrasi dan frame gaya politik modern dan sikap idealis aktivis. Fajlurrahman Jurdi memandang bahwa sebenarnya politik adalah jalan rumit yang ditempuh oleh mereka yang mampu bertahan di atas gelombang tinggi dan mematikkan.

"Politik adalah pilihan yang tak gampang bagi mereka yang hidupnya penuh dengan lika-liku dan intrik," tulis alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu yang dilansir oleh aku Facebook Bangkit Dinejat, Kamis, 30 Maret 2017.

Menurut Fajlur, nama sapaannya, saat ini, meskipun sejatinya politik adalah jalan kebajikan, namun hanya di dendangkan dalam altar akademis, disuarakan oleh para moralis, diceramahkan oleh para filosof. Politik untuk kebajikan hanyalah pemanis bibir yang kering oleh sendawa ucapan bohong yang terus di konserkan para politisi, layaknya kopi hitam pekat, yang diberi gula putih, lalu ada campur rasa yang enaknya tak terkatakan.

"Dalam institusi demokrasi, politik telah menjadi serigala lapar yang menerkam lawan tanpa belas kasihan. Situasi kadang berubah menjadi "bellum omnium contra omnes", saling menyayat dan menggores luka, mengangkat senjata dan berperang tanpa alasan yang jelas meskipun kepada sahabat dan saudara sendiri," ungkap pemuda yang kini berdomisili di Ibukota negara itu.

Padahal, lanjutnya, bila di ngaji ulang, demokrasi datang memberi harapan untuk membangun masyarakat yang civilized, bertatakrama dan beradab. Ditegaskannya, demokrasi tak menghendaki masyarakat yang uncivilized, apalagi masyarakat yang tuna-adab.

"Kini, nyatanya, demokrasi kita dibajak oleh mereka yang tak punya hati nurani, meletakan simpul moralitas di antara dua selangkangan nya, menyelesaikan masalah tanpa akhir, meretas tujuan tanpa tau kepada siapa berkhidmat. Demokrasi kita memuja proseduralisme berlebihan, seraya mengabaikan substansi, lalu para 'tuyul' politik berkicau, seolah mereka adalah pahlawan," pungkasnya.


Suami dari Siti Hadijah itu mengatakan, mestinya para 'tuyul' itu tidak muncul di siang hari, karena sejatinya mereka adalah hantu yang harusnya muncul saat gelap dan malam, agar mereka tak kelihatan, sehingga orang tak memburunya.

Namun, sambungnya, kini mereka justru datang disaat lampu demokrasi menyala, tungku politik dipanaskan dan cahaya bersinar.

"Dalam politik seperti ini, orang-orang baik yang semula punya ruang, pintunya ditutup di segala penjuru. Bila mereka bicara, seolah berteriak di hutan belantara. Meskipun ia menggumam hingga pita suaranya pecah, keadaan akan selalu sunyi, hening. Hanya sesekali kicau burung dan suara katak yang akan terdengar. Suara kebaikan memantul seperti dalam ruangan kedap suara. Itulah yang terjadi kini, di zaman politik dan demokrasi yang dipegang oleh mereka yang tak bertujuan," paparnya.

"Bila saja ada secuil mangkuk kebaikan yang disisipkan, dan bila saja ada setitik cahaya terang yang dinyalakan serta bila saja ada cita-cita dan harapan masyarakat yang ditampung dengan baik. Dan bila saja kita semua bersama-sama menatap dan menimba demokrasi ini sebagai pilihan kebaikan, rasanya, mimpi peradaban yang kita cita-citakan, harapan kesejahteraan yang kita butuhkan akan mencapai titik terang. Semoga kita tidak terus bersama kegelapan....!!," tutup dia penuh harap. (RED)

Related

Pendidikan 150690763787011934

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item