Ditransfer Rp12 Miliar dari BNPB, Untuk Apa?

Ilustrasi


Dalam data yang dilihat Metromini dari salah seorang anggota DPRD Kota Bima, diterangkan dalam laporan penggunaan keuangan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bima untuk tahun anggaran 2016 lalu sudah menerima dana rehab rekon dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI senilai Rp12 Miliar. Namun, transparansi penerimaan bantuan oleh pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Bima tidak ada yang mengetahui dan tidak mudah diakses oleh publik. Bahkan, lembaga legislatif yang memiliki kewenangan pengawasan legal dalam hal pembangunan di Kota Bima tak pernah menerima laporan apapun atas bantuan yang diterima Pemkot Bima pasca bencana hingga saat ini.
KOTA BIMA - Anggota DPRD Kota Bima Alvian Indra Wirawan mempertanyakan laporan sumber bantuan yang juga bentuk laporan pertanggungjawaban khusus soal bantuan yang diterima pemerintah Kota Bima baik dari lembaga swasta maupun dari Pemerintah Pusat, propinsi hingga Pemerintah Daerah pasca bencana terjadi.

Menurut duta Partai Golkar itu, usai banjir bandang yang melanda Kota Bima tanggal 21 dan 23 Desember 2016 lalu, pihak Pemkot Bima tidak pernah melakukan koordinasi terkait bantuan ini.

“Pihak ketiga mana saja yang memberikan bantuan dan berapa nilainya, bagaimana bentuknya dan telah diapakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bima bantuan tersebut,” ujar Alvian alias pawang beberapa waktu yang lalu.

Secara jelas penyataan mantan Ketua Komisi III itu disampaikan saat hearing bersama masyarakat asal Kelurahan Rabadompu Timur soal dana Jaminan Hidup (Jadup) di aula DPRD Kota Bima belum lama ini.

"Selama datangnya bantuan dari pihak ketiga, seharusnya eksekutif (Pemkot Bima, Red) memberikan tembusan tentang laporan bantuan yang diterima. Sebab ketika muncul pertanyaan dari publik, pihaknya mudah memberikan penjelasan sesuai dengan laporan yang telah kami verifikasi sebagai bagian dari tugas pengawasan kami di DPRD," ujar Alvian Indra Wirawan alias Pawang saat itu.

Anggota DPRD Kota Bima, yang meminta namanya tidak di publikasikan, menjelaskan bahwa dalam hal pengawasan dari implementasi program Pemkot Bima, baik yang sifatnya tanggap darurat atau yang akan dikerjakan dalam bentuk rehab rekon tidak begitu jelas caranya jika melihat metode dan cata kerja proyek pihaknya sangat dibingungkan dengan ketidakterbukaan pihak Pemkot Bima soal laporan asal bantuan yang diterima eksekutif.

"Tertutupnya dan tidak melakukan koordinasi kepada DPRD selama Pemkot Bima menerima bantuan pihak ketiga yang berempati dalam membantu masyarakat korban bencana, saya menilai Pemkot Bima sangat lemah memahami keberadaan legislatif yang merupakan mitra sekaligus pengawas kegiatan mereka," tandas polisi muda itu.

Dikatakannya pula, dalam hal penyampaian Laporan Kebijakan Pertanggungjawaban (LKPJ) APBD Tahun 2016 yang akan disampaikan pihak eksekutif dalam agenda sidang selanjutnya nanti, pihaknya merasa penting memiliki laporan bantuan yang diterima Pemkot Bima selama ini.

Sebab, lanjut dia, ada beberapa hal kondisi pembangunan di Kota Bima ini yang akan terancam kelanjutan pembangunannya seperti proyek drainase yang semestinya masuk ke dalam dana rehap rekon namun seolah Pemkot Bima menganggap pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan tanggap darurat.

"Kami meminta melalui Pimpinan DPRD Kota Bima agar segera meminta laporan bantuan yang selama ini diterima Pemkot Bima, dalam rangka membangun keterbukaan dan akuntabilitas serta ketransparanan dana bantuan pihak ketiga yang akan dimasukkan dalam LKPJ APBD Tahun 2016," tutup anggota Komisi III kepada Metromini di kediamannya belum lama ini.

Selain itu, dalam laporan realisasi anggaran yang ada di BPBD Kota Bima, yang sedianya hanya diposkan anggaran Rp8 miliar dalam RKA BPBD Kota Bima sesuai dengan dokumen APBD 2016. Dengan ditransfernya dana rehab rekon oleh BNPB senilai Rp12 miliar dan telah digabungkan dalam pos anggaran BPBD sehingga totalnya menjadi Rp20 miliar.

“Kami pun memiliki realisasi laporan pertanggungjawaban dari BNPB dan telah menuangkan anggaran Rp12 miliar ini. Pertanyaannya, bagaimana keadaan uang ini dan mau diapakan oleh Pemerintah Kota Bima,” tukas dia yang saat ini pun masih menunggu penjelasan pihak eksekutif khusus soal dana Rp12 miliar ini.

Dikatakannya pula, di luar pembahasan dan rumor dana yang sedang diperjuangkan walikota yang katanya dari Rp40 miliar hingga turun Rp13 miliar yang diklaim Sekda Kota Bima dalam proses pencairan.

Sebenarnya, Pemkot Bima sudah ditransfer oleh BNPB di luar dana Cash Fork Work yang Rp10 miliar ada juga dana untuk rehab rekon yang Rp12 miliar.

“Kami minta diperjelas keberadaan dana ini, termasuk sumbangan bantuan lainnya yang selama ini diterima Pemerintah Kota Bima,” tandas dia.

BPBD dan PU Tak Ada Suara

Dalam sepekan terakhir lalu, hingga Senin kemarin, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) demikian pula dengan pejabat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) hingga kini tidak bisa diambil keterangan dan komentarnya soal sorotan terhadap pertanyaan publik terutama soal proyek drainase.

Wartawan yang hendak mengkonfirmasi berbagai persoalan dan sorotan tentang proyek pasca bencana banjir bandang itu, tidak satu pun pejabat yang mau menjawabnya.

Kepala Dinas PU, M Amin, SSos, yang didatangi beberapa hari lalu tidak bisa ditemui. Saat dihubungi via telepon seluler, tidak mendapatkan jawaban. Begitu pun para pejabat di bawahnya dan keadaan yang sama juga ketika mencoba menghubungi Kepala BPBD Kota Bima, Ir H. Sarafudin, MM.

Sementara itu lewat Plt. Kabag Humas dan Protokoler setda Kota Bima, Syahrial Nuryadin, SSTO, MM mengatakan, terkait dana yang Rp12 miliar sebagaimana yang diklaim seorang anggota DPRD telah ditransfer ke rek BPBD Kota Bima, dia akan mengkonfirmasi dulu dinas terkait.

“Saya konfirmasi dulu pihak BPBD Kota Bima. Hasilnya nanti akan kami berikan keterangan lebih lanjut,” ujar Ryan, sapaan akrab Plt. Kabag HumasPro, di kantornya, Senin (6/3/2017) lalu.

Ryan mengaku, pihaknya mengetahui bahwa dana yang akan digunakan dalam proyek drainase sebagaimana yang disorot Komisi III DPRD Kota Bima, sedang diperjuangkan oleh Walikota Bima.

Proyek dana itu sudah dalam keadaan siap. Dan menurut Pak Walikota sudah ada anggaran senilai Rp13 miliar, hasil perjuangan beliau melobi anggaran di pusat,” ujar dia menambahkan.

Seperti yang diberitakan di laman berita www.bimakini.com menurut jajaran Komisi III DPRD Kota Bima proyek itu siluman. Ketua Komisi III, Sudirman DJ, SH, menyatakan hal itu karena tidak jelas anggarannya berapa, kemudian pengerjaan fisiknya tidak ada dokumen proyek yang jelas.

Hal itu terbukti saat memanggil pejabat Dinas PU dan BPBD. Mereka mengakui hal itu dan mengerjakan proyek hanya berdasarkan perintah lisan.

Ditambah lagi masalah lainnya, proyek asal bongkar-membongkar. Drainase yang masih baik ikut dibongkar dengan alasan untuk mengatasi banjir.

Lantaran bermasalah, Komisi III mendatangi BPK RI untuk berkonsultasi sekaligus melaporkan persoalan proyek drainase. Berdasarkan arahan BPK RI, proyek itu melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 105 Tahun 2013 tentang mekanisme pelaksanaan anggaran bencana alam.

Untuk pengerjaan pasca-bencana setelah status tanggap darurat itu namanya rehab-rekon. Namanya rehab rekon itu adalah rehabilitasi dan rekonstruksi pasca banjir, satu di antaranya pengerjaan drainase.

Atas dasar itu kemudian para wakil rakyat datangi lokasi proyek Selasa (28/2/2017) pekan lalu. Melihat langsung proyek pemasangan yudip pada penggalian drainase sejumlah titik. Satu di antaranya di jalan Lumba-Lumba Kelurahan Melayu. Melihat kualitas beton tidak sesuai spesifikasi, para wakil rakyat langsung memerintahkan penghentian pemasangan. (RED | WWW.BIMAKINI.COM)

Related

Politik dan Hukum 1419001279527614256

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item