Berbalas Pantun, Ketua Komisi III Kian Garang Membalas Pernyataan Ketua Dewan

Ketua Komisi III DPRD Kota Bima, Sudirman DJ, SH. FOTO: Dok/METROMINI

KOTA BIMA - Masalah drainase yang menuai perbedaan pandangan antara Ketua DPRD Kota Bima, Feri Sofyan, SH dan Komisi III yang dinahkodai oleh Sudirman DJ, SH saat ini kian memanas saja. Beradu pendapat dan menyampaian pandangan yang logis dan syarat terlegislasi pun di sampaikan dua kubu lembaga yang ada di DPRD Kota Bima.

Baca: Cara Memimpin Feri, Dipersoalkan Ketua Komisi III

Sudirman yang juga menahkodai salah satu alat kelengkapan dewan menyatakan sudah pas seperti apa yang dilakukannya hingga turun ke lapangan dan menghentikan pekerjaan atau proyek yang cacat hukum, selaku Ketua DPRD, Feri Sofyan pun menyampaikan dalam menjalankan tugas serta fungsi alat kelengkapan dewan (BAca: Komisi) haruslah disesuaikan dengan koridor dan kewenangannya.

Menurut Feri, bahwa keinginan Komisi III mengklarifikasi lanjut soal anggaran dan legal standing pekerjaan drainase adalah kewenangan Komisi I dan II, bukan kewenangan Komisi III yang mengawasi bidang pembangunan atau pekerjaan fisik yang dilakukan pemerintah.

Baca: Sikap Feri Menjawab Sorotan Komisi III 

Pernyataan Ketua DPRD Kota Bima itu pun berbalas pantun. Ditemui Metromini di ruang kerjanya, Selasa (14/3/2017), Ketua Komisi III Sudirman menyatakan, kalau Ketua Dewan jangan menginterpretasikan kewenangan komisi dari sisi di atas kertas dan itu pun masih keliru. Soal keinginan ke BNPB karena yang berhubungan dengan bencana alam atau yang memiliki hubungan pengawasan dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah Komisi III.

"Dan jika pun berkoordinasi dengan badan bencana alam tingkat pusat seperti BNPB adalah Komisi III. Ini bukan soal anggaran dan legalitas yang sifatnya muncul seketika. Sebab, keinginan untuk ke BNPB adalah rangkaian dari proses kegiatan Komisi III yang awal penugasannya langsung diberikan oleh Ketua DPRD, seperti yang mengundang OPD terkait bencana dan menggelar klarifikasi termasuk dengan Sekda adalah undangan yang dilayangkan oleh Ketua Dewan," ungkap duta Partai Gerindra dengan lugasnya, usai rapat Pansus LKPJ, Selasa, 14 Maret 2017.

Baca: Soal ‘Drainase Siluman’, Pernyataan H. Man Ditantang Ketua Komisi III 

Sudirman merasa heran dengan pernyataan yang disampaikan oleh Ketua DPRD soal alasan apa tujuan dan maksud Komisi III ke BNPB. Harusnya, Ketua DPRD sadar bahwa langkan pengawasan Komisi III setelah semua proses dilaporkan ke Ketua DPRD ada hal yang buntu. Bahkan, diakuinya, soal keberangkatan Komisi III ke BPK RI Perwakilan NTB, atas perintah Ketua DPRD Sendiri (Baca: Feri Sofyan).

"Kami ke BPK yang didampingi slaah seorang unsur pimpinan (Baca: M. Syafi'i) atas persetujuan Ketua DPRD. Kenapa ke BNPB, malah pandangan Ketua DPRD berbeda, padahal proses pengawasan kami yang harus disampaikan ke publik terganjal atas plin-plannya cara mengambil kebijaka Ketua Dewan saat ini," sorot mantan Lawyer itu dengan tegasnya.

Dia menyampaikan juga, bahwa Ketua DPRD harusnya banyak belajar dan tidak memimpin lembaga sesuai dengan cara dan kehendak pribadinya. Soal ke BNPB, sebut Dirman, memisahkan kewenangan Komisi dengan keinginan dan agenda yang dilakukan tidak harus dipotong begitu.

"Harusnya, saran pimpinan menyampaikan atas laporan kinerja Komisi III perlu dilakukan langkah lintas Komisi yang disesuaikan dengan kewenangannya untuk mengklarifikasi persoalan proyek drainase ke BNPB. Menurut saya pernyataan seperti itu lebih mencerminkan Ketua Dewan yang paham akan posisinya sebagai pimpinan di sebuah kelembagaan, ketimbang mempangkas kerja alat kelengkapan dewan yang awal kegiatan atau pekerjaannya atas perintah yang bersangkutan pula," tandas Dirman setengah mengaku keheranan.

Baca: Tidak Berkualitas, Komisi III Hentikan Pekerjaan Normalisasi Drainase

Selain itu, soal inspeksi mendadak yang menurut Ketua DPRD Kota Bima di luar kewenangan dan cara pengawasan Komisi III. Sudirman kembali menanyakan kepada Ketua DPRD, peraturan mana yang melarang kalau Komisi III tidak bisa melakukan pengecekan proyek langsung di lapangan, apalagi proyek tersebut jelas-jelas cacat hukum dan bermasalah.

Mengapa cacat hukum? Jika benar masa tanggap darurat bencana diperpanjang 90 hari dan pekerjaan  drainase di Kelurahan Tanjung dan Melayu merupakan bagian dari kegiatan tanggap darurat, harusnya pekerjaan tersebut bukan dalam bentuk proyek pembangunan kembali (rehab  rekon).

Baca: Main Hentikan Proyek di Lapangan, Komisi III Ditegur Ketua DPRD

"Jika drainase yang telah kami larang dilanjutkan pekerjaannya seperti di Melayu dan Tanjung itu bagian dari cara kerja normalisasi yang dikategorikan pekerjaan tanggap darurat bukan seperti itu bentuk pekerjaannya. Jika memang ada penunjukan langsung, pihak kontraktor jelas donk memiliki dokumen atau MoU dengan BNPB yang menangani langsung pekerjaan tanggap darurat. Inikan tidak ada, anggaran Rp13 miliar juga hanya katanya saja. Jika pun pekerjaan tersebut menggunakan cara dan sistem tanggap darurat (pekerjaan ditunjuk langsung), tapi bentuk pekerjaannya adalah bangun dan perbaiki kembali drainase (rehab rekon). Inikan suda salah dan keliru besar," pungkas dia.

Ditambahkannya, seharusnya Ketua DPRD harus konsisten dan memahami semangat kerja Komisi III sesuai dengan pernyataannya. Jika bentuk proyek tersebut rehab rekon (seperti di Kelurahan Tanjung dan Melayu) harus masuk dalam APBD. Adakah pekerjaan drainase di sana masuk dan tertuang APBD 2017? Jika tidak ada, maka betul dikatakan sebagai proyek siluman.

"Itu proyek siluman jika dikerjakan secara rehab rekon. Dan jika termasuk proyek tanggap darurat yang katanya masih bisa dilakukan 90 hari setelah masa tanggap daruruat berakhir (sekitar pertengahan januari 2017 lalu), maka cara pekerjaannya harusnya normalisasi dan pembersihan got. Jangan ada pekerjaan proyek bangun baru. Apa salah kami tahu ada kesalahan dan kami mencegahnya? Ibarat ada maling di depan mata, apa kita harus menunggu polisi dulu baru mengungkap dan menangkapnya? Harusnya kotraktor juga bersyukur, kami cegah dan masih ada celah mencari solusinya. Kalau kebablasan, jelas penjara ancamannya," tegas Sudirman mantan calon anggota DPD RI tahun 2004 lalu itu. (RED) 

Related

Politik dan Hukum 5672928595938882878

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item