Soal Mutasi, Bupati Dinilai Abaikan Beberapa Hal

Bupati Bima, Hj. Indah Damayanti Putri saat menggelar mutasi untuk 188 pejabat Jum'at (6/1/2016) lalu. Foto: Amirulmukminin/METROMINI
KABUPATEN BIMA - Keputusan Bupati Bima, Hj. Dinda Damayanti Putri dan Wakil Bupati, H. Dahlan H. M. Noer untuk melakukan penyegaran pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima, tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari semua pihak. Sebagian pihak ada yang menilai Bupati Bima dan Wakilnya mengabaikan beberapa hal dalam menempatkan para pejabat dalam posisi yang baru.

Akademisi Bima, Aidin, M. Si mengatakan, setidaknya ada dua hal yang dia catat terkait mutasi Jum'at (6/1/2017) lalu. Yang pertama, terdapat beberapa jabatan yang menurutnya diisi oleh pejabat yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu pejabat tersebut.

"Tentu masyarakat mengetahui dari pemberitaan sejumlah media. Harusnya, jabatan diserahkan pada ahli dan sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing," ujar pria yang menyelesaikan gelar masternya di UMM Malang ini kepada  Reporter Metromini.

Sebab menurut dia, dalam menempati posisi tertentu, tidak hanya sekedar modal semangat. Namun juga harus didasari dengan keilmuan, sehingga melahirkan kreativitas dalam bekerja.

Masalah lain yang tidak boleh diabaikan oleh Bupati Bima tegas dosen muda STKIP BIMA ini adalah kesesuaian budaya dan karakter pemimpin dengan masyarakat. Seperti dalam urusan pengangkatan camat dan sekretaris camat.

Sebab, seorang camat ini lanjut dia, adalah ujung tombak pemerintah daerah. Sehingga camat harus memahami betul karakteristik masyarakat yamg dipimpinnya.

"Misalnya Camat Soromandi, harusnya diisi oleh orang Soromandi atau setidak-tidaknya orang Donggo. Karena hanya orang Donggo dan Soromandi yang lebih paham terkait budaya, karakteristik dan pola hidup masyarakat Soromandi. Begitupun dengan daerah-daerah lain," tegasnya.

Bukan tidak boleh dipimpin oleh orang lain yang berlainan karakter dan budaya, namun butuh waktu yang cukup lama untuk beradaptasi dan memahami karakter masyarakat. Sehingga konsentrasi untuk menyusun program atau melaksanakan program akan terganggu.

"Sebab, mereka ini harus beradaptasi dan belajar dari awal terkait tabe'at, budaya dan prilaku masyarakat. Berbeda dengan putra daerah yang jadi camat, mereka sangat mengenal masyarakatnya. Karena kesamaan budaya dan pola tingkah laku, " tutur master sosiologi ini.

"Memang secara hukum tidak ada yang salah, namun sesaca sosiologi masyarakat itu tidak tepat. Sebab, kalau orang luar tidak memahami karakteristik dasar masyarakat," lanjutnya.

Jika hal sepele semacam ini tidak diperhatikan Bupati Bima, yaitu mempertimbangkan sosiologi masyarakat, dapat melahirkan konflik antara masyarakat dan pemerintah. Seperti yang akan terjadi di Soromandi.

"Saya dapat informasi, akan ada aksi penolakan dari masyarakat Soromandi atas kebijakan Bupati Bima ini. Hal inilah yang saya takutkan. Kalau beginikan tidak sehat kehidupan sosial kita, " ujarbya.

Apa yang dilakukan pimpinan daerah lanjut dia, sesungguhnya bertolak belakang antara aplikasi dengan semangat pemerintah untuk mewujudkan Bima Ramah. Malah yang terjadi, bisa menciptakan Bima gaduh.

Aidin mengaku, dia melihat mutasi tersebut tidak memperhatikan azas normatif saja. Namun lebih ke sikap dan kepentingan politik. Namun dia berharap, keputusan-keputusan yang akan diambil Bupati Bima nanti tidak didasarkan hasrat politik sesaat. Namun harus diupayakan menciptakan Bima ramah yang sesungguhnya. (RED)

Baca juga:

Related

Kabar Rakyat 4404855811819126249

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item