Sengketa Lahan, Dua Nyawa Melayang di Sape
https://www.metromini.info/2017/01/sengketa-lahan-dua-nyawa-melayang-di.html
Kondisi konflik horizontar antar warga dibalik masalah lelang tanah milik Pemkab Bima, Senin (23/1/2017). FOTO: Duta Eksekutif Rakyat/FACEBOOK |
KABUPATEN BIMA – Sengketa lahan di Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Bima, Senin, 23 Januari 2017 siang tadi kembali menelan korban jiwa. Informasi yang dihimpun, sengketa antara warga Desa Rai Oi dan Warga Desa Naru Barat ini lantaran kedua kubu bertahan dengan pendapatnya masing-masing.
Menurut Hermansyah, S.Pd menceritakan, tanah yang menjadi obyek perebutan adalah tanah cadangan pembangunan daerah. Kata Herman, menurut keterangan ahli waris warga Desa Naru Barat yang menguasai lahan tersebut, kepemilikannya terhadap obyek sengketa ini atas dasar ganti rugi tanahnya yang di Desa Lamere lokasi pembangunan SMP 6 saat ini.
Dikatakannya pula, dari keterangan yang dihimpuh oleh Hermansyah, menganggap pemerintah telah mengganti tanahnya di Desa Lamere, oleh dia dikuasai fisik tanah tersebut dan mulailah ditanami bawang merah.
Sebenarnya, kata Herman, tanah obyek sengketa yang terletak di belakang kantor PLN Sape itu pernah dilelang di tahun sebelumnya. Kemungkinan pula di tahun ini, tanah tersebut pun sempat dilelang.
Ia mengatakan, konflik mulai terjadi, saat warga Desa Rai Oi yang mengaku telah memenangkan tender lelang tanah dari Pemerintah Kabupaten Bima, datang dan ingin menyerobot fisik tanah. Kedua kubu saling bertahan, yang berujung pada aksi saling serang di atas tanah obyek sengketa tersebut.
“Dari kedua kubu sama-sama memakan korban jiwa. Seorang warga Desa Rai Oi meninggal di tempat. Sedangkan seorang warga Naru Barat sempat dilarikan ke Rumah Sakit namun meninggal di sana,” jelas pria asal Kecamatan Lambu itu via ponselnya, yang diberikan kepada salah satu koresponden Metromini, Senin, 23 Januari 2017 sore tadi.
Diakui pria yang dikenal kritis di kampungnya itu, dia merasa ada yang salah dari sistem lelang tanah oleh Pemkab Bima hingga warga langsung baku serang dan saling membunuh di atas lahan obyek sengketa.
Harusnya, Herman berharap, dalam konflik setelah tender pelelangan tanah dilaksanakan. Aparat pemerintah di Pemkab Bima dengan pihak Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa saling koordinasi antara satu dan yang lainnya.
Nah, dijelaskannya, ketika ada perbedaan kepemilikan di lapangan jika hasil lelang segera disosialisasikan ke bawah, tentu aparat di tingkat kecamatan dan desa bisa mengetahui kondisi obyek tanah yang ada.
“Ketika ada yang telah menguasai lahan, maka pemerintah yang lebih awal menertibkan dan mencari jalan tengahnya, Jangan langsung antara warga dibenturkan seperti ini,” sorot pemilik akun facebook Duta eksekutif rakyat itu.
Senada dengan Hermansyah, aktifis asal Kecamatan Sape-Lambu, Adi Supriadi mengatakan, dirinya begitu kecewa dengan kinerja aparat keamanan terutama aparatur pemerintah yang amburadul dalam mengelola soal lelang tanah daerah ini.
Kata dia, saat bentrokan terjadi, Kepala Polsek Sape yang ingin dikoordinasikan ternyata berada di luar daerah. Harusnya, melihat kondisi memanas, seorang Kapolsek walau tidak berada di tempat karena tugas dinas luar. Kesigapan dari aparat Kepolisian Polres Resort Bima Kota harus menurunkan banyak personilnya ke Sape.
“Karena konflik lahan ini, tidak hanya terjadi di Desa Rai Oi, konflik lahan antara warga ini sama terjadi juga di Desa Jia dengan obyek lahan hasil pelelangan milik pemerintah sekitar 28 hektar,” ungkap dia via sellulernya.
Mengidentifikasi adanya gesekan horisontal antara warga, Adi sangat mengharapkan kesigapan dari pihak keamanan untuk tangkas dan cepat melerai sebelum kedua kubu saling bertikai.
“Jika sudah ada korban jiwa seperti ini. Apakah rakyat yang harus diadu dan harus ada korban jiwa lagi untuk mencari keadilan dibalik kebodohan sistem dan lemahnya kinerja aparatur pemerintah Kabupaten Bima?,” pungkas dia kepada Metromini, Senin (23/1/2017) malam tadi.
Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima, Drs. H. Taufik HAK selaku kepala aset dan inventaris setda Kabupaten Bima, masih diupayakan untuk mengkonfirmasi berita sengketa lahan yang terjadi di Kecamatan Sape, Senin, 23 Januari 2017 kemarin. (RED)
Menurut Hermansyah, S.Pd menceritakan, tanah yang menjadi obyek perebutan adalah tanah cadangan pembangunan daerah. Kata Herman, menurut keterangan ahli waris warga Desa Naru Barat yang menguasai lahan tersebut, kepemilikannya terhadap obyek sengketa ini atas dasar ganti rugi tanahnya yang di Desa Lamere lokasi pembangunan SMP 6 saat ini.
Dikatakannya pula, dari keterangan yang dihimpuh oleh Hermansyah, menganggap pemerintah telah mengganti tanahnya di Desa Lamere, oleh dia dikuasai fisik tanah tersebut dan mulailah ditanami bawang merah.
Sebenarnya, kata Herman, tanah obyek sengketa yang terletak di belakang kantor PLN Sape itu pernah dilelang di tahun sebelumnya. Kemungkinan pula di tahun ini, tanah tersebut pun sempat dilelang.
Ia mengatakan, konflik mulai terjadi, saat warga Desa Rai Oi yang mengaku telah memenangkan tender lelang tanah dari Pemerintah Kabupaten Bima, datang dan ingin menyerobot fisik tanah. Kedua kubu saling bertahan, yang berujung pada aksi saling serang di atas tanah obyek sengketa tersebut.
“Dari kedua kubu sama-sama memakan korban jiwa. Seorang warga Desa Rai Oi meninggal di tempat. Sedangkan seorang warga Naru Barat sempat dilarikan ke Rumah Sakit namun meninggal di sana,” jelas pria asal Kecamatan Lambu itu via ponselnya, yang diberikan kepada salah satu koresponden Metromini, Senin, 23 Januari 2017 sore tadi.
Diakui pria yang dikenal kritis di kampungnya itu, dia merasa ada yang salah dari sistem lelang tanah oleh Pemkab Bima hingga warga langsung baku serang dan saling membunuh di atas lahan obyek sengketa.
Harusnya, Herman berharap, dalam konflik setelah tender pelelangan tanah dilaksanakan. Aparat pemerintah di Pemkab Bima dengan pihak Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa saling koordinasi antara satu dan yang lainnya.
Nah, dijelaskannya, ketika ada perbedaan kepemilikan di lapangan jika hasil lelang segera disosialisasikan ke bawah, tentu aparat di tingkat kecamatan dan desa bisa mengetahui kondisi obyek tanah yang ada.
“Ketika ada yang telah menguasai lahan, maka pemerintah yang lebih awal menertibkan dan mencari jalan tengahnya, Jangan langsung antara warga dibenturkan seperti ini,” sorot pemilik akun facebook Duta eksekutif rakyat itu.
Senada dengan Hermansyah, aktifis asal Kecamatan Sape-Lambu, Adi Supriadi mengatakan, dirinya begitu kecewa dengan kinerja aparat keamanan terutama aparatur pemerintah yang amburadul dalam mengelola soal lelang tanah daerah ini.
Kata dia, saat bentrokan terjadi, Kepala Polsek Sape yang ingin dikoordinasikan ternyata berada di luar daerah. Harusnya, melihat kondisi memanas, seorang Kapolsek walau tidak berada di tempat karena tugas dinas luar. Kesigapan dari aparat Kepolisian Polres Resort Bima Kota harus menurunkan banyak personilnya ke Sape.
“Karena konflik lahan ini, tidak hanya terjadi di Desa Rai Oi, konflik lahan antara warga ini sama terjadi juga di Desa Jia dengan obyek lahan hasil pelelangan milik pemerintah sekitar 28 hektar,” ungkap dia via sellulernya.
Mengidentifikasi adanya gesekan horisontal antara warga, Adi sangat mengharapkan kesigapan dari pihak keamanan untuk tangkas dan cepat melerai sebelum kedua kubu saling bertikai.
“Jika sudah ada korban jiwa seperti ini. Apakah rakyat yang harus diadu dan harus ada korban jiwa lagi untuk mencari keadilan dibalik kebodohan sistem dan lemahnya kinerja aparatur pemerintah Kabupaten Bima?,” pungkas dia kepada Metromini, Senin (23/1/2017) malam tadi.
Sementara itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima, Drs. H. Taufik HAK selaku kepala aset dan inventaris setda Kabupaten Bima, masih diupayakan untuk mengkonfirmasi berita sengketa lahan yang terjadi di Kecamatan Sape, Senin, 23 Januari 2017 kemarin. (RED)
Baca juga:
Inilah setelah dapat dan bagi2 uang hasil lelang mereka pada lepas tangan. Coro2 mbora aka.
BalasHapusMbora poda toi akana ciem.
Menunggu waktu aja itu bang hehe...
BalasHapus