Mutasi Camat Soromandi, Putra Tokoh Donggo Angkat Bicara

H. Ghazaly, Dosen Universitas Mercubuana Jakarta. Foto: Ghazaly Ama La Nora/FACEBOOK


KABUPATEN BIMA – Penolakan kehadiran Camat Baru hasil mutasi Bupati dan Wakil Bupati Bima atas kehadiran orang di luar asli keturunan Donggo dan Soromandi, berunjuk pada aksi penolakan para pemuda. Di bawah bendera KNPI dan organisasi kepemudaan lainnya, Senin (9/1/2017), para pemuda menyuarakan aspirasi penolakannya di depan Kantor Camat Soromandi.

Rencana segel kantor pun niatnya akan dilakukan sekelompok pemuda ini. Alhasil, segel tak terjadi para pemuda akhirnya membangun tenda perkemahan di samping kantor camat, hingga aspirasi mereka didengarkan Bupati Bima.

Memandang hal itu. Dan perkembangan pemahaman generasi penerus di dua kecamatan se-kandung itu, H. Ghazaly alias Amalanora, putra Tokoh Donggo Peristiwa tahun 1972 H. A. Madji itu pun angkat suara.
Menurut Amalanora, berunjuk rasa berarti sadar bernegara dan sadar berdemokrasi. Apa yang dilakukan generasi di Donggo khususnya di Kecamatan Soromandi merupakan hak konstitusional warga negara Indonesia. Selama dilakukan dengan cara yang konstruktif itu syah-syah saja.

Diterangkan Wakil Ketua Umum GRIP itu, Pemerintah Kabupatan (Pemkab) Bima di bawah Nahkoda Hj. Indah Damayanti Putri dan H. Dahlan H. M. Noer harus mengintropeksi diri. Kata Ghazaly, bahwa hulu persoalan akibat kebijakan yang kurang proporsional.

“Warga masyarakat menilai kebijakan dilakukan pimpinan daerah tidak berkeadilan. Apalagi jika ada aroma pengangkatan/pemberhentian pejabat hanya berdasarkan like and dislike atau suka dan tidak suka. Karena alasan dendam politik rezim,” terang dia seperti yang dikutip dalam komentar laman Facebook Miliknya, Ghazaly Ama La Nora, Senin (9/1/2017).

Ia pun menegaskan, bahwa dalam mencerdaskan kehidupan politik bangsa, alasan dendam politik rezim itu sangat tidak mencerdaskan.

“Hendaknya Bupati melakukan reevaluasi terhadap kebijakannya. Fenomena ini akan terjadi di seluruh Kecamatan se-Kabupaten Bima,” ungkap Dosen di Universitas Mercubuana Jakarta itu.
H. Gahazaly pun menyampaikan terima kasih kepada anak muda dan generasi muda khusus di Kecamatan Donggo dan Soromandi. Ia pun sangat bangga mendengar generasi asal daerahnya mulai melakukan hal-hal yang konstruktif, tidak anarkis dan tidak emosional.

“Generasi muda adalah penanggungjawab syah, pewaris tahta NKRI jangan mundur membela keadilan dan kebenaran. Negara ini bisa tegak jika azas transparansi, keterbukaan, akses informasi, kebebasan keluarkan pendapat secara lisan maupun tertulis sesuai pasal 28E UUD 1945,” tegas Aktivis di Orde Baru itu.
Ia pun berpesan, dalam membangun parlemen jalanan seperti unjuk rasa atau berdemonstrasi yang sejatinya menegakan pilar demokrasi keempat, setelah institusi formal demokrasi seperti keberadaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Diharapkannya, sebelum melakukan unjuk rasa terlebih dahulu menempuh prosedur yang berlaku.

“Ijin dari pihak kepolisian berikut persyaratannya harus dipenuhi terlebih dahulu. Saya berpesan, dalam aksi tidak boleh anarkis, menghina, menista, merusak simbol negara karena akan mendapatkan konsekuensi hukum dari aparat negara. Demi Dou La'o Dana lakukan dengan cara yang baik. Selamat menegakan Amar Makruf Nahi Munkar. Salam persaudaraan Donggo!” Tutup Ama La Nora. (RED)

Related

Politik dan Hukum 3958186951824656514

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item