Kupasan BIMA RAMAH Menjelang Setahun Kepemimpinan Dinda-Dahlan

Zulchijah. Foto: dok. Metromini

OPINI - Kemenangan gemilang raihan perolehan suara Hj. Indah Damayanti Putri dan Drs. H. Dahlan saat Pilkada tahun lalu, tidak bisa dilepaskan dari dukungan sosial rakyat Bima dan dukung politik partai pengusung, relawan serta tim sukses lainnya yang tak terlihat. Fakta ini tidak dijiwai dalam kerangka menjalankan sistem pemerintahan yang kredibel dan taat asas. 

Dampak riilnya, slogan "BIMA RAMAH" yang diusung gagal diimplementasikan dalam rumusan kebijakan pembangunan daerah. Adalah beralasan manakala kepemimpinan IDP-DAHLAN dalam menakhodai pembangunan daerah disimpulkan "gagal" menjelang satu tahun periode kepemimpinan mengantar DANA MBOJO dalam aspek "Bima Ramah" dari sudut pandang yang otentiknya.

Bahwa, roda pemerintahan DANA MBOJO memang terlihat bergerak bekerja namun gerakan birokrasi tidak mengedor akses perubahan yang selaras dengan tuntutan publik dan visi misi yang diusung kepala daerah terpilih IDP-DAHLAN. Fenomena kekerasan yang muncul dari hari kehari, mulai dari pembacokan, konflik antar kampung dan beberapa kantor kepala desa disegel warga serta sederet problem lain yang tidak perlu disebutkan secara rinci. Itu semua adalah indikator yang mengikis kewibawaan BUPATI dan WAKIL BUPATI, mengikis kewibawaan birokrasi. Artinya kehilangan kewibawaan penyelenggara negara akan bertitik temu dengan meluasnya chaos dan keberingasan sosial yang makin tak terkontrol.

Ini persoalan bersama, dan kita pun menuntut ketangkasan dan kepekaan kepala daerah berikut jajaran aparaturnya bahwa problem sosial harus dipecahkan dengan cara memangkas akar permasalahan. Tentu saja tidak terlalu sulit sepanjang kepala daerah fokus dan serius menggerakkan instrumen yang ada dengan dukungan pembiayaan yang memadai, titik tujuan yang mau dicapai yakni "harmoni di level masyarakat dan kian dinamis dan kompetitif di sektor penyelenggaraan roda pemerintahan".

"Bima Ramah dalam pengertian"

"Religius"
Kosa kata yang menggambarkan keluhuran ummat manusia yang secara kodrati selaras dengan nilai fitrah-keilahian ditilik dari kerangka dasar keberadaan manusia sebagai "khalifah dimuka bumi ini". Pada sisi lain, "religius" merupakan ekspresi relasi sosial yang mendudukkan keluhuran kearifan lokal DANA MBOJO yang gandrung dengan semangat juang memperjuangkan nilai keilahian. Membantah tesis itu adalah keingkaran pada akal sehat dan pembangkangan pada kebudayaan sebagai patokan etik dalam berperilaku. Dapat dibayangkan bahwa tanpa akurasi religi yang terpatri pada ummat manusia niscaya menutupi nur/cahaya. Jika itu terjadi pada "Pemimpin" bisa menenggelamkan tanah air. Jika terjadi pada masyarakat maka kian menyulitkan nyalanya obor kebaikan. Simbiosis mutualisme kegelapan pemimpin yang bersahut dengan kegelapan rakyat hanya bisa ditarik di peta jalan penerangan dengan menstimulus sektor pendidikan yang berwawasan kemanusiaan. Kian menyempurna pada penemuan solusi manakala aspek pendidikan tumbuh dalam bimbingan nilai aqidah yang orisinal. Karenanya, BIMA merindukan STRONG LEADER.

"Aman"
Berangkat dari dasar kebutuhan manusia bahwa menemukan rasa aman memprasyaratkan melewati gerbang "nyaman". Adanya konflik bathin dan pemikiran yang gagal dikelola dengan jernih akan membentuk eskalasi chaos pada wilayah yang lebih luas, disadari bahwa sumber malapetaka kemanusiaan berjejak akar dari kegagalan individu mengelola diri, lalu membentuk ruang konflik baru yang kian membesar, sehingga harapan mengantar publik pada domain kehidupan yang "aman" hanyalah fatamorgana.

Durkheim" menawarkan solusi bahwa ditengah ketiadaan rasa aman, "Agama" solusi yang paling rasional mengembalikan manusia pada fitratinya hingga merasakan "aman dan nyaman" dalam kehidupan. Menghadirkan rasa aman berarti tersedianya ruang keadilan diatas pilar supremasi hukum dan kian mengkristalnya supremasi sipil yang memberi warna pada pembangunan daerah.

"Makmur".
Kemakmuran sebagai cita juang pembangunan harus terus digenjot, dengan model menggalang kerja sama lintas wilayah, adalah keniscayaan mendatangkan investor sebagai bagian pilar pembangunan. Keniscayaan itu tetap tidak boleh keluar dari dimensi etik sosial disatu sisi dan di sisi lain mewajibkan penjagaan dan memelihara ekosistem sebagai kekayaan bangsa atas karunia ALLAH SWT. dengan demikian, menyediakan ruang investasi yang sebesar-besarnya bagi maksud kemakmuran rakyat harus diletakkan pada kerangka penyediaan instrumen hukum yang memadai untuk mencegah aktivitas monopoli dunia usaha dan potensi persekongkolan jahat dengan penyelenggara negara.

Hal yang tidak boleh dilupakan, seiring semangat memakmurkan daerah harus pula menyediakan ruang kebebasan bisnis yang adil bagi pelaku usaha lokal. Langkah ini adalah antisipasi yang bisa menjawab potensi sewenang-wenang pelaku usaha kakap yang cenderung mematikan aktivitas dunia usaha di aras lokal.

"Handal".
Adalah gerak maju dalam kesiapan kompetisi ditengah arus sosial global yang kapitalistik. Kapitalisme yang kian menggerogoti sel-sel kehidupan manusia sama sekali tidak mengenal "hati nurani". Fenomena dan virus negatif kapitalisme hanya sanggup dijawab dengan ketangguhan mental AQIDAH dan kesiapan SDM yang tidak menyimpang dari makna filosofis dan akar kesejarahan bagaimana ISLAM memenangkan pertarungan masa lampau dan kian kokoh menegasikan kemenangan masa datang. ISLAM agama HAQ

Jika disederhanakan dalam skala mikro pembangunan daerah bahwa "handal" adalah kualitas SDM aparatur yang ditumbuhkan, dengan pendekatan pelatihan berbagai kegiatan DIKLAT berdasarkan jenjang kepangkatan guna melahirkan SDM aparatur yang profesional sehingga tujuan mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih bisa dicapai dengan mengukur kian rendahnya angka korupsi dan secara langsung berdampak pada kenaikan angka kesejahteraan masyarakat. Membangun pemerintahan yang handal adalah kunci membangun masyarakat manusia yang handal. Pemerintahan disepakati sebagai entitas pelayan seluruh kepentingan publik yang dimandataris oleh konstitusi negara.

Itu sebabnya, "Bima ramah" sebagai slogan kapital transaksi politik sesungguhnya "meracuni kearifan lokal". Sementara "Bima ramah" sebagai cita juang kemanusiaan harus terus diperjuangkan hingga tembus "melucuti kegelapan" agar kelak rakyat bima tanpa kecuali dapat berteduh dengan tenang dibawah rindangnya rimba kebaikan. *

Penulis: Zulchijah, mahasiswa pasca sarjana ilmu politik Universitas Jakarta.

Related

Opini 6770683240139257066

Posting Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.

emo-but-icon

FANSPAGE METROMINI

METROMINI VIDEO

Arsip Blog

Ikuti Tweet Metromini

item