Dua Karyawan Meninggal, PT. SAKP Dituding ‘Masa Bodoh’
https://www.metromini.info/2017/01/dua-karyawan-meninggal-pt-sakp-dituding.html
Ruyati (25), istri Almarhum Lutfin (karyawan PT. Sanggar agro Karya Persada). FOTO: Agus Gunawan (CR)/METROMINI |
KABUPATEN BIMA – Dua orang karyawan PT. Sanggar Agro Karya Persada (SAKP) meninggal dunia. Dari peristiwa ini, Tudingan terhadap Perusahaan yang berkonsentrasi di penanaman kayu putih itu melalaikan kewajibannya pun disampaikan keluarga korban. Dua orang karyawan yang meninggal adalah Lutfin (33), warga RT. 03 RW. 02 Desa Kawinda To'i, Kecamatan Tambora. Dan karyawan yang meninggal lainnya adalah Abidin Tayeb (50) RT. 06 RW 03, Desa Boro, Kecamatan Sanggar yang meninggal tanggal 17/1/2017 lalu.
Baca juga:
Sekedar informasi, PT. SAKP ini adalah investor yang berkantor di Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora. Konsentrasi investasi perusahaan ini adalah penanaman kayu putih sebagai bahan dasar minyak kayu putih yang diolah daunnya di Kecamatan Sanggar dan Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima.
Soal meninggalnya karyawan PT. SAKP yang diduga dilalaikan pihak perusahaan ini disampaikan oleh Istri Almarhum Lutfin, Ruyati (25). Kata Ruyati, posisi almarhum suaminya di PT. SAKP, berawal dari karyawan biasa. Dan saat beliau meninggal, kapasitasnya di PT. SAKP adalah sebagai staf kantor yang memeriksa kendaraan yang keluar masuk di dalam perusahaan.
"Selama suami saya kerja di perusahaan. Hanya satu bulan menjadi karyawan biasa. Selanjutnya suami saya menjadi karyawan borongan untuk 2 bulan lamanya. Setelah itu, oleh bos perusahaan mengangkat menjadi mandor harian. Dan tiga bulan kemudian diangkat menjadi mandor tansik atau mandor tahu segala keluar masuk alat dan mobil perusahaan,” cerita Ruyati di salah satu rumah keluarganya, di Desa Boro, Sanggar kepada Koresponden Metromini, Senin (31/1/2017).
Dijelaskannya juga, saat suaminya sakit, dirinya meminta petunjuk dan arahan ke pihak perusahaan. Akhirnya, lima hari suami saya sakit dan terbaring di rumah. Dirinya pun menunggu jawaban dari pihak perusahaan soal biaya perawatan dan arahan pengobatan sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap karyawannya.
“Saat suami saya sakit, kita tunggu arahan dari pihak perusahaan. Selama 5 hari sebelum saya membawa suami saya ke Puskesmas Sanggar, pihak perusahaan tidak berkata apapun mengenai kejadian yang menimpa suami saya. Akhirnya, saya membawa suami saya puskesmas sanggar pakai uang sendiri,” ungkapnya.
Sehari setelah di Puskesmas, sambung dia, dirinya kembali ke pihak perusahaan. Namun, lagi-lagi pihak perusahaan tetap tidak merespon soal tanggung jawabnya terhadap karyawan kantornya. Dan parahnya, di tengah berharap Bos perusahaan sesekali mengunjungi suaminya di Puskesmas, namun harapan Ruyati bagai pepesan kosong belaka.
“Selama suami saya sakit, dan di bawa ke rumah sakit sampai dia meninggal dunia. Tidak ada sama sekali tanggung jawab atau pemberian apapun dari pihak perusahaan. Berharap agar bos perusahaan mengunjungi suami saya yang lagi sakit, sampai terakhir suami saya meninggal dunia tidak ada satupun pemberian dari pihak perusahaan,” terang Ruyati yang sangat kecewa dengan Manajemen PT. SAKP.
Ruyati pun mengaku, saat mendengar kabar suaminya telah meninggal dunia. Barulah pihak perusahaan mendatangi rumah duka. Di sana, menurut Ruyati, pihak perusahaan mengucapkan bela sungkawanya dan membawakan amplop senilai Rp1 juta.
“Pihak perusahaan datang ke rumah saya pas suami saya meninggal dunia. Mereka membawa amplop satu juta. Itu saja,” tandas dia.
Kejadian yang sama pun terulang. Karyawan PT SAKP, almarhum Abidin Tayeb (50), warga Desa Boro, Kecamatan Sanggar yang meninggal dunia pada tanggal 17 Januari 2017 lalu.
Dari informasi yang dihimpun Koresponden Metromini, tindakan ‘masa bodoh’ dan dugaan tidak bertanggung jawabnya pihak perusahaan terhadap karyawan menjadi buah bibir di Kecamatan Sanggar dan Tambora.
Saat ini pun, PT. SAKP, infromasinya, masih bersengketa soal lahan dengan warga Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora dan warga di Kecamatan Sanggar itu.
Sementara itu, keterangan dari PT. SAKP di Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora, Koresponden Metromini tengah melakukan konfirmasi soal ini ke pihak perusahaan. (RED)
Baca juga:
- Korban: Puluhan Preman Serang Warga Desa Oi Katupa, Diduga Suruhan PT. SAKP
- Camat Sanggar ‘Buta’ Pal Batas Piong-Sanggar dan Oi Katupa-Tambora
- Demo Turunkan BBM, LMND Bima Singgung Soal Oi Katupa
Sekedar informasi, PT. SAKP ini adalah investor yang berkantor di Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora. Konsentrasi investasi perusahaan ini adalah penanaman kayu putih sebagai bahan dasar minyak kayu putih yang diolah daunnya di Kecamatan Sanggar dan Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima.
Soal meninggalnya karyawan PT. SAKP yang diduga dilalaikan pihak perusahaan ini disampaikan oleh Istri Almarhum Lutfin, Ruyati (25). Kata Ruyati, posisi almarhum suaminya di PT. SAKP, berawal dari karyawan biasa. Dan saat beliau meninggal, kapasitasnya di PT. SAKP adalah sebagai staf kantor yang memeriksa kendaraan yang keluar masuk di dalam perusahaan.
"Selama suami saya kerja di perusahaan. Hanya satu bulan menjadi karyawan biasa. Selanjutnya suami saya menjadi karyawan borongan untuk 2 bulan lamanya. Setelah itu, oleh bos perusahaan mengangkat menjadi mandor harian. Dan tiga bulan kemudian diangkat menjadi mandor tansik atau mandor tahu segala keluar masuk alat dan mobil perusahaan,” cerita Ruyati di salah satu rumah keluarganya, di Desa Boro, Sanggar kepada Koresponden Metromini, Senin (31/1/2017).
Dijelaskannya juga, saat suaminya sakit, dirinya meminta petunjuk dan arahan ke pihak perusahaan. Akhirnya, lima hari suami saya sakit dan terbaring di rumah. Dirinya pun menunggu jawaban dari pihak perusahaan soal biaya perawatan dan arahan pengobatan sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap karyawannya.
“Saat suami saya sakit, kita tunggu arahan dari pihak perusahaan. Selama 5 hari sebelum saya membawa suami saya ke Puskesmas Sanggar, pihak perusahaan tidak berkata apapun mengenai kejadian yang menimpa suami saya. Akhirnya, saya membawa suami saya puskesmas sanggar pakai uang sendiri,” ungkapnya.
Sehari setelah di Puskesmas, sambung dia, dirinya kembali ke pihak perusahaan. Namun, lagi-lagi pihak perusahaan tetap tidak merespon soal tanggung jawabnya terhadap karyawan kantornya. Dan parahnya, di tengah berharap Bos perusahaan sesekali mengunjungi suaminya di Puskesmas, namun harapan Ruyati bagai pepesan kosong belaka.
“Selama suami saya sakit, dan di bawa ke rumah sakit sampai dia meninggal dunia. Tidak ada sama sekali tanggung jawab atau pemberian apapun dari pihak perusahaan. Berharap agar bos perusahaan mengunjungi suami saya yang lagi sakit, sampai terakhir suami saya meninggal dunia tidak ada satupun pemberian dari pihak perusahaan,” terang Ruyati yang sangat kecewa dengan Manajemen PT. SAKP.
Ruyati pun mengaku, saat mendengar kabar suaminya telah meninggal dunia. Barulah pihak perusahaan mendatangi rumah duka. Di sana, menurut Ruyati, pihak perusahaan mengucapkan bela sungkawanya dan membawakan amplop senilai Rp1 juta.
“Pihak perusahaan datang ke rumah saya pas suami saya meninggal dunia. Mereka membawa amplop satu juta. Itu saja,” tandas dia.
Kejadian yang sama pun terulang. Karyawan PT SAKP, almarhum Abidin Tayeb (50), warga Desa Boro, Kecamatan Sanggar yang meninggal dunia pada tanggal 17 Januari 2017 lalu.
Dari informasi yang dihimpun Koresponden Metromini, tindakan ‘masa bodoh’ dan dugaan tidak bertanggung jawabnya pihak perusahaan terhadap karyawan menjadi buah bibir di Kecamatan Sanggar dan Tambora.
Saat ini pun, PT. SAKP, infromasinya, masih bersengketa soal lahan dengan warga Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora dan warga di Kecamatan Sanggar itu.
Sementara itu, keterangan dari PT. SAKP di Desa Oi Katupa, Kecamatan Tambora, Koresponden Metromini tengah melakukan konfirmasi soal ini ke pihak perusahaan. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.