APBD dan Bencana Selanjutnya di Kota Bima
https://www.metromini.info/2017/01/apbd-dan-bencana-selanjutnya-di-kota.html
Ilustrasi. FOTO: metrotvnews.com/GOOGLE |
SUARA REDAKSI - Bencana tidak mudah untuk di terka. Walaupun kerap kali kita bisa saja mendiskusikan sebab dan faktor yang menyebabkan bencana. Namun, di akhir Desember 2016 lalu, merupakan momentum dan sebuah catatan kelam untuk Kota Bima tercinta. Dan di saat itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bima senilai lebih dari Rp800 miliar sudah menjadi Peraturan Daerah (Perda) untuk dijalankan di tahun 2017 sekarang.
Pro kontra tentang kebijakan pembangunan Pemerintah adalah hal yang wajar dalam kacamata hidup berdemokrasi. Ditengah geliat aksi protes penolakan kebijakan pemerintah (reklamasi pantai Amahami, mesjid terapung dan minimnya anggaran pembangunan Mersjid Raya Al Muwahidin Bima), ternyata laju pembahasan APBD 2017 tanpa ada kendala dan mulus bagai melaju di jalan tol saja. APBD 2017 sah atas pembahasan bersama eksekutif dan legislatif, sedangkan suara sumbang sebagian warga dianggap angin lalu saja.
Singkat cerita, Tuhan pun memberikan paket hadiahnya. Sebagai bentuk ujian untuk masyarakat kota bima, paket berupa banjir pandang Tuhan berikan dua kali di hari yang sama, hari Jum'at. Banjir pun datang untuk ketiga kalinya, dan hanya merendam wilayah daerah jajahan Walikota saat ini, Kelurahan Paruga dan sekitarnya. Tiga kali lipat banjir bandang dalam dua bulan terakhir ini hadir di Kota Bima.
Tak hanya banjir tiga paket, gempa bumi dan angin kencang pun menghantui dan semakin menekan rasa phobia (ketakutan) warga kota. Namun, kita semua lupa bahwa dalam keyakinan mayoritas masyarakat kota ini Allah telah mengatakan:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Ar-Ra’d [13]:11).
Berangkat dari melihat rencana pembangunan Pemerintah Kota Bima. Dengan penataan kawasan hulu yang di buat akses jalan dan mengganti pohon penyanggah dengan tanaman jagung yang bersifat massal. Di tengah kondisi hilir yang cenderung dengan program reklamasi dan penimbunan laut. Semestinya kita harus mendengarkan satu firman Qur’an yang menyebutkan.
“Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan lepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (Ar-Rum ayat 41).
Adapun bagi kita semua, rentetan musibah yang terjadi hendaklah menjadi pengingat bahwa bencana memilukan tersebut dapat terjadi ditempat kita jika Allah SWT menghendaki. Seharusnyalah bagi kita untuk selalu berdo’a, bertaqarrub dan beristighfar semoga Allah SWT selalu menganugerahkan keselamatan dan ampunan bagi kita semua.
Perbuatan manusialah yang selama ini banyak merusak ekosistem dan lingkungan. Manusia yang serakah, selalu mengeksploitasi alam dan banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Peringatan dari Allah yang berupa bencana menunjukkan bahwa Allah masih sayang kepada hamba-hamba-Nya dan menghendaki mereka untuk kembali ke jalan yang diridhoi-Nya.
Kembali soal APBD Kota Bima, dan berangkat dari keterangan Kepala Bappeda Kota Bima, bahwa tetap dijalankannya nomenklatur item pelaksanaan pembangunan dalam kitab APBD 2017 yang mungkin sudah mendapat terguran dari Allah SWT, dalam pandangan Redaksi Metromini sama halnya dengan memprovokasi kehadiran bencana di Kota Bima di masa mencatang.
Pasalnya, reklamasi pantai, kegiatan alih fungsi hutan penyanggah menjadi kebun jagung tentu merusak tatanan ekosistem Kota Bima yang kini rentan dengan kehadiran bencana terutama banjir bandang.
Karena, kerusakan alam selalu mengakibarkan kerugian bagi warga di sekelilingnya, terutama rakyat kecil yang ada. Dalam kondisi ini, semestinya kita takut jika tidak menolong, padahal kita mampu, mestinya kita malu kepada Allah jika tidak membantu saudara-saudara yang sedang kesusahan, padahal kita sedang banyak memiliki kelonggaran.
Bukankah Rasulullah SAW telah bersabda:
“Tidaklah termasuk golongan kita, mereka yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan umat Islam.”
Proses pembenahan (recovery) dari kerusakan sarana dan prasarana baik milik warga dan pemerintah, semestinya dipandang perlu sebagai cara pandang baru untuk merumuskan dan menetapkan kembali nomenklatur program yang telah di tetapkan dalam APBD 2017.
Jika tidak, kepincangan anggaran dengan dipaksanakannya pembangunan Mesjid Terapung yang memakan anggaran Rp12,5 miliar dengan menganggarkan hanya Rp1-2 miliat Mesjid Raya Al Muwahidin Bima yang sudah belasan tahun namun tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah. Menurut hemat Redaksi adalah cara penguasa untuk menempatkan pembangunan dalam sisi pembangunan rumah agama yang lebih menempatkan agama demi kepentingan mencari untung semata.
Mengingat pula, keberadaan Mesjid Terapung di Kawasan Amahami dari sisi manfaat dan efisiensinya masih dirasa kurang tepat jika dibangun saat sekarang. Dan konsep Kota Bima dengan Motto Kota Tepian Air maupun Kota Tangguh Bencana yang diseminarkan hingga ke luar negeri, telah menjadi Kota Rawan Bencana.
Lantas, jika setiap komponen masyarakat yang sadar--terutama anggota DPRD Kota Bima yang secara konstitusional diberikan ruang untuk menyikapi keberadaan APBD 2017 dapat menunjukkan sikapnya sebagai wakil rakyat yang sadar. Dan meninjau kembali serta melakukan pembahasan ulang yang kemudian menekankan pengalokasian anggaran demi recovery pasca bencana. Sangat diharapkan. langkah ini mungkin bisa menyelamatkan kita dari teguran dan cobaan Allah dalam paket bencana alam ke depannya.
Seharusnya, perjuangan mengembalikan ruh dan nilai APBD demi kemaslahatan rakyat Kota Bima adalah harga mati untuk diwujudkan. Ketimbang mempertahankan APBD hari ini demi kepentingan monumental Kepala Daerah yang ingin mengakhiri masa jabatannya.
Tentunya, kualitas Legislator Kota Bima akan diuji dalam babak memandang APBD pasca bencana hebat yang melanda tanah keramat (Dana Mbari)—Kota Bima yang kita cintai bersama.
Selain itu, soal timbunan di areal watasan pantai Amahami yang saat ini telah dimiliki secara orang perorang yang diduga kuat masih memiliki hubungan kolega dan kedekatan dengan penguasa, sudah seharusnya pula diantarkan bersama ke lembaga penegak hukum. Yang kemudian, secara bersama-sama perlu dikawal prosesnya hingga berujung di meja hijau.
Jangan biarkan APBD berjalan dengan mengandung potensi ancaman bencana kembali. Pastinya, bencana alam dalam dua bulan terakhir ini telah memporak-porandakan kehidupan kita semua. Saatnya kita sadar dan berbicara demi kepentingan kebenaran dan ummat manusia. Wallahu’alam. (RED | ALBARONI.WORDPRESS.COM)
Pro kontra tentang kebijakan pembangunan Pemerintah adalah hal yang wajar dalam kacamata hidup berdemokrasi. Ditengah geliat aksi protes penolakan kebijakan pemerintah (reklamasi pantai Amahami, mesjid terapung dan minimnya anggaran pembangunan Mersjid Raya Al Muwahidin Bima), ternyata laju pembahasan APBD 2017 tanpa ada kendala dan mulus bagai melaju di jalan tol saja. APBD 2017 sah atas pembahasan bersama eksekutif dan legislatif, sedangkan suara sumbang sebagian warga dianggap angin lalu saja.
Singkat cerita, Tuhan pun memberikan paket hadiahnya. Sebagai bentuk ujian untuk masyarakat kota bima, paket berupa banjir pandang Tuhan berikan dua kali di hari yang sama, hari Jum'at. Banjir pun datang untuk ketiga kalinya, dan hanya merendam wilayah daerah jajahan Walikota saat ini, Kelurahan Paruga dan sekitarnya. Tiga kali lipat banjir bandang dalam dua bulan terakhir ini hadir di Kota Bima.
Tak hanya banjir tiga paket, gempa bumi dan angin kencang pun menghantui dan semakin menekan rasa phobia (ketakutan) warga kota. Namun, kita semua lupa bahwa dalam keyakinan mayoritas masyarakat kota ini Allah telah mengatakan:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Ar-Ra’d [13]:11).
Berangkat dari melihat rencana pembangunan Pemerintah Kota Bima. Dengan penataan kawasan hulu yang di buat akses jalan dan mengganti pohon penyanggah dengan tanaman jagung yang bersifat massal. Di tengah kondisi hilir yang cenderung dengan program reklamasi dan penimbunan laut. Semestinya kita harus mendengarkan satu firman Qur’an yang menyebutkan.
“Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan lepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (Ar-Rum ayat 41).
Adapun bagi kita semua, rentetan musibah yang terjadi hendaklah menjadi pengingat bahwa bencana memilukan tersebut dapat terjadi ditempat kita jika Allah SWT menghendaki. Seharusnyalah bagi kita untuk selalu berdo’a, bertaqarrub dan beristighfar semoga Allah SWT selalu menganugerahkan keselamatan dan ampunan bagi kita semua.
Perbuatan manusialah yang selama ini banyak merusak ekosistem dan lingkungan. Manusia yang serakah, selalu mengeksploitasi alam dan banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Peringatan dari Allah yang berupa bencana menunjukkan bahwa Allah masih sayang kepada hamba-hamba-Nya dan menghendaki mereka untuk kembali ke jalan yang diridhoi-Nya.
Kembali soal APBD Kota Bima, dan berangkat dari keterangan Kepala Bappeda Kota Bima, bahwa tetap dijalankannya nomenklatur item pelaksanaan pembangunan dalam kitab APBD 2017 yang mungkin sudah mendapat terguran dari Allah SWT, dalam pandangan Redaksi Metromini sama halnya dengan memprovokasi kehadiran bencana di Kota Bima di masa mencatang.
Pasalnya, reklamasi pantai, kegiatan alih fungsi hutan penyanggah menjadi kebun jagung tentu merusak tatanan ekosistem Kota Bima yang kini rentan dengan kehadiran bencana terutama banjir bandang.
Karena, kerusakan alam selalu mengakibarkan kerugian bagi warga di sekelilingnya, terutama rakyat kecil yang ada. Dalam kondisi ini, semestinya kita takut jika tidak menolong, padahal kita mampu, mestinya kita malu kepada Allah jika tidak membantu saudara-saudara yang sedang kesusahan, padahal kita sedang banyak memiliki kelonggaran.
Bukankah Rasulullah SAW telah bersabda:
“Tidaklah termasuk golongan kita, mereka yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan umat Islam.”
Proses pembenahan (recovery) dari kerusakan sarana dan prasarana baik milik warga dan pemerintah, semestinya dipandang perlu sebagai cara pandang baru untuk merumuskan dan menetapkan kembali nomenklatur program yang telah di tetapkan dalam APBD 2017.
Jika tidak, kepincangan anggaran dengan dipaksanakannya pembangunan Mesjid Terapung yang memakan anggaran Rp12,5 miliar dengan menganggarkan hanya Rp1-2 miliat Mesjid Raya Al Muwahidin Bima yang sudah belasan tahun namun tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah. Menurut hemat Redaksi adalah cara penguasa untuk menempatkan pembangunan dalam sisi pembangunan rumah agama yang lebih menempatkan agama demi kepentingan mencari untung semata.
Mengingat pula, keberadaan Mesjid Terapung di Kawasan Amahami dari sisi manfaat dan efisiensinya masih dirasa kurang tepat jika dibangun saat sekarang. Dan konsep Kota Bima dengan Motto Kota Tepian Air maupun Kota Tangguh Bencana yang diseminarkan hingga ke luar negeri, telah menjadi Kota Rawan Bencana.
Lantas, jika setiap komponen masyarakat yang sadar--terutama anggota DPRD Kota Bima yang secara konstitusional diberikan ruang untuk menyikapi keberadaan APBD 2017 dapat menunjukkan sikapnya sebagai wakil rakyat yang sadar. Dan meninjau kembali serta melakukan pembahasan ulang yang kemudian menekankan pengalokasian anggaran demi recovery pasca bencana. Sangat diharapkan. langkah ini mungkin bisa menyelamatkan kita dari teguran dan cobaan Allah dalam paket bencana alam ke depannya.
Seharusnya, perjuangan mengembalikan ruh dan nilai APBD demi kemaslahatan rakyat Kota Bima adalah harga mati untuk diwujudkan. Ketimbang mempertahankan APBD hari ini demi kepentingan monumental Kepala Daerah yang ingin mengakhiri masa jabatannya.
Tentunya, kualitas Legislator Kota Bima akan diuji dalam babak memandang APBD pasca bencana hebat yang melanda tanah keramat (Dana Mbari)—Kota Bima yang kita cintai bersama.
Selain itu, soal timbunan di areal watasan pantai Amahami yang saat ini telah dimiliki secara orang perorang yang diduga kuat masih memiliki hubungan kolega dan kedekatan dengan penguasa, sudah seharusnya pula diantarkan bersama ke lembaga penegak hukum. Yang kemudian, secara bersama-sama perlu dikawal prosesnya hingga berujung di meja hijau.
Jangan biarkan APBD berjalan dengan mengandung potensi ancaman bencana kembali. Pastinya, bencana alam dalam dua bulan terakhir ini telah memporak-porandakan kehidupan kita semua. Saatnya kita sadar dan berbicara demi kepentingan kebenaran dan ummat manusia. Wallahu’alam. (RED | ALBARONI.WORDPRESS.COM)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.