Apakah Ada Faktor Reklamasi Pantai Terhadap Banjir?
https://www.metromini.info/2017/01/apakah-ada-faktor-reklamasi-pantai.html
Kondisi sungai di Kota Bima yang perlu dilakukan normalisasi kembali akibar sendimentasi material banjir. FOTO: Husain La Odet II/FACEBOOK |
KOTA BIMA - Topik sebab banjir bandang yang melanda Kota Bima bulan Desember 2016 lalu, menjadi viral pendiskusian di media sosial (medsos). Tak luput pula, kalangan pemerhati sosial budaya baik di yang berada di luar daerah maupun masyarakat yang ikut menjadi korban banjir pun mendiskusikan faktor penyebab banjir bandang ini.
Beberapa spekulasi soal penyebab banjir pun bermunculan. Ada yang bilang hutan gundul yang menjadi penyebab, tambang emas ilegal Wawo, timbunan Pantai Amahami, aliran drainase dan sungai yang menyempit akibat pemukiman warga dal lain-lain.
Bagi kalangan kaum agamawan, sesungguhnya banjir adalah cara Tuhan memberikan ujian bagi para hambanya. Banjir memberikan pelajaran bahwa Tuhan telah membersihkan umatnya dari perbuatan maksiat selama ini, agar segera bertaubat dan kembali padaNya.
Baca juga:
Bicara banjir tentu faktor utama adalah kondisi di wilayah hulu (hutan gundul, penambangan dll) adalah faktor penyebab utamanya. Dan yang menarik adalah bagaimana pengaruh timbunan atau reklamasi laut sehingga menjadi salah satu faktor penyebab banjir.
Akun Fecebook atas nama Arief Rhakateza Rahman memberikan penjelasan tentang pengaruh reklamasi terhadap kehadiran banjir.
"Reklamasi membuat adanya perubahan arus dan gelombang yang memicu abrasi, pengalihan area penyebaran sedimen laut. Sedimentasi ini juga diperparah dengan masuknya material sedimen yang berasal dari bahan timbunan,” tulis dia belum lama ini.
“Kaitannya dengan banjir, sedimentasi tinggi pada muara sungai mengakibatkan tidak lancarnya aliran sungai dari hulu. Dengan kombinasi pasang tinggi air laut, akan menyebabkan banjir di wilayah pesisir Kota Bima. Bagaimana dampak langsung akibat perubahan alur sungai di muara? Tengok kasus pelabuhan ikan di Tanjung yang sampai sekarang tidak digunakan. Akibat "salah hitung" pelabuhan dibangun di daratan dan kawasan pelabuhan Bima terkena dampak pendangkalan,” jelasnya menambahkan di dalam komentarnya di salah satu status facebook milik temannya.
Dan kaitan antara penimbunan dengan sedimentasi atau material yang terbawa air, ASN di kantor balai Kementrian Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Wakatobi itu menjelaskan, bahwa sendimentasi dari sungai juga memiliki andil dalam menciptakan perubahan lingkungan laut.
“Sama2 punya andil, sedimentasi dari sungai juga material timbunan. Idealnya sebelum reklamasi dilakukan kajian lingkungan yang meliputi deformasi garis pantai pasca reklamasi, perubahan ekosistem, daya dukung lingkungan, aspek sosial dan ekonomi. Karena laut merupakan milik bersama, aksesnya tidak boleh hanya untuk segelintir orang dan golongan,” terang pemilik nama asli Arif Rahman, ST, alumni SMAN 1 Kota Bima, warga asli Kelurahan Penatoi, Kota Bima itu.
Senada dengan Arif Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Alam (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bima, Asrarudin mengaku, material yang dibawa banjir akan mengendap, sehingga berdampak pada pendangkalan sungai. Tidak hanya itu, lumpur dan tanah bawaan banjir akan memperpanjang arus muara sungai.
“Jika banjir terus terjadi seperti ini, ketakutan kami Pantai Amahami, Lawata dan Ule akan menjadi daratan. Karena, volume sedimentasi yang memadat,” tuturnya.
Namun, jumlah volume sendimentasi saat ini di perairan laut teluk bima, Asrarudin belum bisa memastikan nilai dan jumlahnya.
“Soal volume sendimentasi saya tidak tahu. Sebab, hingga saat ini mereka tidak memiliki alat ukur sedimentasi,” imbuh dia, di ruang kerjanya, Kamis, 26 Januari 2017 kemarin.
Ia mengaku, soal sendimentasi, Tupoksi pasnya ada di Balai Wilayah Sungai (BWS).
“Masalah sedimentasi adalah gawenya BWS. Sehingga secara teknik, mereka yang lebih paham,” pungkasnya. (RED)
Beberapa spekulasi soal penyebab banjir pun bermunculan. Ada yang bilang hutan gundul yang menjadi penyebab, tambang emas ilegal Wawo, timbunan Pantai Amahami, aliran drainase dan sungai yang menyempit akibat pemukiman warga dal lain-lain.
Bagi kalangan kaum agamawan, sesungguhnya banjir adalah cara Tuhan memberikan ujian bagi para hambanya. Banjir memberikan pelajaran bahwa Tuhan telah membersihkan umatnya dari perbuatan maksiat selama ini, agar segera bertaubat dan kembali padaNya.
Baca juga:
- Dua Kali Dihantam Banjir, Kota Bima Darurat Bencana
- Mari Melihat Bencana dari Dua Sudut yang Berbeda
- Hadapi Banjir, Ini Ide Hasil Diskusi Pegiat LSM di FB
- Perbaikan Normalisasi Sungai Sedang Dikerjakan
- Pejabat Pemkab Ajukan Surat Terbuka ke Walikota Lewat Facebook
Bicara banjir tentu faktor utama adalah kondisi di wilayah hulu (hutan gundul, penambangan dll) adalah faktor penyebab utamanya. Dan yang menarik adalah bagaimana pengaruh timbunan atau reklamasi laut sehingga menjadi salah satu faktor penyebab banjir.
Akun Fecebook atas nama Arief Rhakateza Rahman memberikan penjelasan tentang pengaruh reklamasi terhadap kehadiran banjir.
"Reklamasi membuat adanya perubahan arus dan gelombang yang memicu abrasi, pengalihan area penyebaran sedimen laut. Sedimentasi ini juga diperparah dengan masuknya material sedimen yang berasal dari bahan timbunan,” tulis dia belum lama ini.
“Kaitannya dengan banjir, sedimentasi tinggi pada muara sungai mengakibatkan tidak lancarnya aliran sungai dari hulu. Dengan kombinasi pasang tinggi air laut, akan menyebabkan banjir di wilayah pesisir Kota Bima. Bagaimana dampak langsung akibat perubahan alur sungai di muara? Tengok kasus pelabuhan ikan di Tanjung yang sampai sekarang tidak digunakan. Akibat "salah hitung" pelabuhan dibangun di daratan dan kawasan pelabuhan Bima terkena dampak pendangkalan,” jelasnya menambahkan di dalam komentarnya di salah satu status facebook milik temannya.
Dan kaitan antara penimbunan dengan sedimentasi atau material yang terbawa air, ASN di kantor balai Kementrian Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Wakatobi itu menjelaskan, bahwa sendimentasi dari sungai juga memiliki andil dalam menciptakan perubahan lingkungan laut.
“Sama2 punya andil, sedimentasi dari sungai juga material timbunan. Idealnya sebelum reklamasi dilakukan kajian lingkungan yang meliputi deformasi garis pantai pasca reklamasi, perubahan ekosistem, daya dukung lingkungan, aspek sosial dan ekonomi. Karena laut merupakan milik bersama, aksesnya tidak boleh hanya untuk segelintir orang dan golongan,” terang pemilik nama asli Arif Rahman, ST, alumni SMAN 1 Kota Bima, warga asli Kelurahan Penatoi, Kota Bima itu.
Senada dengan Arif Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Alam (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bima, Asrarudin mengaku, material yang dibawa banjir akan mengendap, sehingga berdampak pada pendangkalan sungai. Tidak hanya itu, lumpur dan tanah bawaan banjir akan memperpanjang arus muara sungai.
“Jika banjir terus terjadi seperti ini, ketakutan kami Pantai Amahami, Lawata dan Ule akan menjadi daratan. Karena, volume sedimentasi yang memadat,” tuturnya.
Namun, jumlah volume sendimentasi saat ini di perairan laut teluk bima, Asrarudin belum bisa memastikan nilai dan jumlahnya.
“Soal volume sendimentasi saya tidak tahu. Sebab, hingga saat ini mereka tidak memiliki alat ukur sedimentasi,” imbuh dia, di ruang kerjanya, Kamis, 26 Januari 2017 kemarin.
Ia mengaku, soal sendimentasi, Tupoksi pasnya ada di Balai Wilayah Sungai (BWS).
“Masalah sedimentasi adalah gawenya BWS. Sehingga secara teknik, mereka yang lebih paham,” pungkasnya. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.