Sikap ‘Garang’ API-NTB Atas Kasus Timbunan Amahami
https://www.metromini.info/2016/12/sikap-garang-api-ntb-atas-kasus.html
Sudirman alias Topan, Koordinator API-NTB. Foto: Agus Mawardy/METROMINI |
Koordinator API-NTB, Sudirman mengungkapkan, berdasarkan hasil investigasi dan penelusuran yang dilakukan, lahan di lokasi sebelah utara dari pembangunan jalan baru yang prosesnya sedang dilakukan oleh pihak ketiga (proyek APBD Kota Bima tahun 2016), kawasan di areal itu adalah laut. Dan berjalannya waktu, laut itu ditimbun dan saat ini dimiliki oleh kalangan-kalangan tertentu.
Dijelaskannya, beberapa tahun yang lalu, Pemerintah Kota Bima menganggarkan dananya untuk pengadaan lahan sekitar itu. Pengadaan tanah yang menjadi lokasi Pasar Raya Tradisional tersebut pun masuk ke meja penyidik Polda NTB.
“Seingat saya, saat kasus ini di Polda NTB dulu sudah ada tersangkanya, almarhum mantan Walikota Bima (H. M. Nur A. Latif), namun di tengah waktu berjalannya waktu. Kasus itu tak sampai ke meja Pengadilan. Mungkin, Allah saying dengan Almarhum Hingga dugaan kesalahannya tidak ditunjukkan kepastian hukumnya di dunia ini,” ujar Sudirman alias Topan, kepada Metromini, Senin (13/12/2016) pagi ini.
Topan pun melanjutkan, dalam kasus pengadaan 5 hektare yang baru-baru ini telah dilakukan pematokan atau pembuatan tapal batas. Dan menjadi asset Pemerintah Kota Bima, semua pihak tentu setuju karena pemanfaatannya adalah untuk fasilitas publik.
Baca juga
- Tokoh Intelektual Dara Kupas Masalah Timbunan di Watasan Amahami
- Lanjutan Soal Timbunan, Pansus Dewan Diwacanakan
- Setelah Patok 5 Ha, Dewan Bakal Telusuri Kaplingan Pribadi Pantai Amahami
Tapi, menurut dia, bagaimana dengan 28 petak lahan yang lainnya yang dikuasai atas nama pribadi warga. Status tanah di sana ternyata banyak yang sudah menjadi Hak Milik da nada sertifikatnya.
“Kalau berdasarkan data tersebut, seperti tanah Purnawijaya, telah memiliki sertifikat sejak tahun 1980 seluas 8.300 m2 dari Raden Wahyudi. Bahkan di tahun 2015 lalu, ada pengajuan HGB baru atas nama Adi Wahyudi. Dan terakhir oleh BPN, berdasarkan data yang ada ada sertifikat HM 636/2015 seluas 2.715 m2 dengan nama pemilik Oei Ming,” beber Topan.
Melihat data yang ada, Topan akan mempertanyakan kebenaran data ini pada BPN beserta peta yang didapatnya dari sumber terpercaya.
“Kami akan ke BPN Kota Bima, sudah tahu tanah di Watasan Amahami khusus di areal pembangunan pasar bermasalah. Mengapa ada Serifikat Hak Milik yang diterbitkan sejak tahun 1980 lalu. Apa ijin reklamasi dan AMDALnya telah dimiliki penguasa lahan di sana. Dan parahnya, sudah tahu lahan di sana bermasalah, kenapa BPN menerbitkan SHM di tahun 2015 lalu,” pungkas dia merasa heran.
Diakui aktivis yang lama di Ibukota Jakarta itu, masalah ini tidak boleh dianggap sepele. Dan dia meminta, aparat kepolisian bisa mulai menyelidiki kasus timbunan yang diduga kuat dilakukan secara illegal ini.
“Setahu saya, soal timbun laut itu istilahnya reklamasi. Dan untuk sebuah kegiatan reklamasi, berat syarat dan ijin yang diberikan oleh Negara ini. Lalu, kenapa seolah pemilik lahan di sana mudah saja menimbun laut dan menguasai, bahkan mensertifikat lahan dengan cara menimbun laut. Kalau kontrol dan hukum tidak berjalan dalam kasus ini. Maka, setiap rakyat akan mudah saja menimbun dan menguasai laut yang ada di Amahami. Untuk itu, harus ada pencegahan, penindakan dan proses hukum yang berjalan agar para pihak tidak mengulangi perbuatan yang berbau pidana seperti itu,” tandas dia.
Sebelum menutup wawancaranya dengan Wartawan Metromini, Pria asal Desa Ngali, Kabupaten Bima itu mengapresiasi soal fasilitas publik yang ingin dibuat oleh Pemerintah Kota Bima, seperti penimbunan laut untuk jalan baru yang spot lintasannya dari jalan raya Amahami hingga jalan Padolo III.
Tapi, ditegaskannya kembali, proyek jalan bisa dilakukan, asalkan Pemerintah Kota Bima atau Pihak pemenang tender (Baba Ngeng) sudah memenuhi syarat menimbun laut atau kegiatan aklamasi.
“Jika tidak mengantongi ijin reklamasi yang ada, tapi tetap memaksakan pembangunan itu dilanjutkan, API dengan tegas akan tetap melawan hingga ke ujung dunia. Hal ini pun berlaku terhadap pemilik-pemilik lahan atas nama pribadi di Watasan Amahami itu,” tegas Topan sembari mengancam.
Sementara itu, seorang pejabat teras BPN Kota Bima yang akrab dipanggil dengan nama berinisial W mengatakan, soal timbunan Amahami, sikap pihak BPN akan disampaikan pada pertemuan yang digelar di DPRD Kota Bima pada saatnya nanti.
“Saat ini, soal lahan di Amahami, sebelum ada Perda Tata Ruang atau Perda Rencana Detail Tata Ruang yang akan memperjelas peruntukkan lahan di Amahami, tidak akan diterbitkan oleh BPN,” ujarnya kepada Wartawan Metromini, belum lama ini. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.