Ini Kata Anggota Dewan Soal Anggaran Pembangun Mesjid Terapung
https://www.metromini.info/2016/12/ini-kata-anggota-dewan-soal-anggaran.html
Masterplan Masjid Terapung Amahami. Foto: Bappeda Kota Bima |
KOTA BIMA – Dalam laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bima dalam Rapat Paripurna Pengesahan APBD Kota Bima Tahun Anggaran 2017, postur anggaran mengalami peningkatan belasan miliaran rupiah.
“Adapun belanja daerah Pemerintah Kota Bima Tahun Anggaran 2017 mengalami peningkatan sebesar Rp13.224.206.784. Pada APBD Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp808.503.574.275 meningkat menjadi Rp 821.727.781.059 pada tahun anggaran 2017,” ungkap Taufikurahman, SH dalam Paripurna penetaan anggaran, Rabu (30/11/2016) sore lalu.
Peningkatan nilai anggaran Pemerintah Kota Bima tentu patut diapresiasi bersama. Tapi, pada nomenklatur kebijakan pada pos APBD Tahun 2017 ada kegiatan yang menuai kontroversial. Pasalnya, saat pembahasan klinis di tingkat komisi, dalam DIPA DInas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Kota Bima, ada pembangunan rumah adat yang nilainya Rp20 miliar.
“Pada pembahasan klinis di tingkat Komisi terhadap APBD 2017, sikap Komisi jelas menolak pembangunan rumah adat yang nilainya Rp20 miliar. Dalam nota anggaran Dinas PU, pembangunan rumah adat dijabarkan adalah proyek pembangunan masjid terapung. Penolakan item ini jelas disampaikan Komisi III saat paripurna. SIfatnya tidak final, tapi sebagai bahan pertimbangan Badan Anggaran Dewan dan Tim Anggaran Eksekutif saat melakukan rasionalisasi dan sinkronisasi anggaran di tinggat Banggar,” papar Samsurih, SH, Sekretaris Komisi III via handphonenya, Jum’at (2/12/2016).
Anggota Fraksi PAN itu mengaku, dirinya tidak masuk dalam Badan Anggaran. Tapi informasi yang didengarnya, Anggaran Rumah Adat atau Mesjid Terapung itu merupakan bagian dari pengembangan kawasan strategis Kota Bima khusus pada sektor pariwisat.
“Ntah Rp20 miliar itu untuk pengembangan seluruh sektor swasta yang ada atau untuk pembangunan masjid terapung saja. Tapi yang saya dengar, dinamika pembahasan di Badan Anggaran turun menjadi Rp12 miliar. Apakah untuk proyek Mesjid Terapung saja?Lebih jelanya silahkan Tanya pada teman-teman yang masuk di Banggar. Kalau dari Fraksi PAN ada dua. Pak Dedi Mawardi dan Pak Nur,” tuturnya.
Diakuinya pula, hasil pembahasan Banggar telah disampaikan pada saat paripurna pengesahan APBD hari Rabu (30/11/2016) lalu. Sebelum pengesahan, sambung Samsuri, pimpinan DPRD Kota Bima menanyakan kepada semua anggota atas hasil laporan Banggar.
“Saat rapat itu, dari hasil laporan Banggar tidak ada perubahan. APBD 2017 sudah ditetapkan dan sudah disahkan. Statusnya telah menjadi Peraturan Daerah,” terang sekretaris Komisi III itu.
Informasi yang diperoleh metromini.co.id pembahasan penganggaran Masjid Terapung di Badan Anggaran DPRD Kota Bima bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menuai kekecewaan anggota DPRD Kota Bima yang lainnya, Walaupun turun nilainya dari Rp20 miliar menjadi Rp12 miliar, menurut Ketua Komisi III, Alfian Indra Wirasawan, penganggaran pembangunan masjid terapung yang rencananya di tempatkan di kawasan pantai Amahami adalah pemborosan semata.
Diakui duta Partai Golkar itu, saat klinis ditingkat Komisi III, Dinas tehnis tidak mampu memberi penjelasan secara detail tentang alokasi anggaran yang mencapai puluhan miliar tersebut.
“Saat di Komisi Dinas tehnis tidak bisa menjelaskan rasionalisasi anggaran pembangunan masjid terapung itu. Kok di Banggar bisa lolos dengan nilai proyek Rp12 miliar,” sorot lelaki yang akrab dipanggil Pawang itu.
Ia pun mempertanyakan sisi manfaat dan pentingnya dari pembangunan masjid di areal pinggir pantai Amahami itu. Diakuinya, masih banyak tempat ibadah umat Islam yang masih butuh perhatian lebih.
“Kita harus mengutamakan pembangunan Masjid Agung Al Muwahiddin Bima. Karena hingga saat ini, progres pekerjaannya tidak menunjukan grafik yang siginifikan, karena keterbatasan anggaran. Jangan terburu-buru ingin bangun tempat ibadah yang fantastis nilainya,” cecar Pawang, di ruangan Komisi III belum lama ini.
Kendati APBD 2017 sudah ditetapkan. Anggota dewan dua periode itu menegaskan sikap Komisinya yang tetap menolak pembangunan tersebut.
“Saya tidak menolak pembangunan rumah ibadah. Tapi khusus pembangunan masjid terapung, selain dari sisi manfaatnya yang jauh dari harapan rakyat. Proyek ini juga mubazir dan menghambur-hamburkan uang rakyat saja. Dan saya yakin, Mesjid ini bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat, sebab di sekitarnya banyak Masjid dan Musholla yang ada,” pungkasnya.
“Ada konspirasi besar pada rencana pembangunan yang menghabiskan uang rakyat tersebut. Apalagi diperkuat pada sikap dinas tekhnis yang tidak bisa menjelaskan secara detail penganggaran tersebut,” tutup calon Ketua DPD II Partai Golkar Kota Bima itu.
Informasi lainnya yang didapat metromini.co.id, seorang anggota DPRD Kota Bima, yang lainnya Dedy Mawardi mengaku, awalnya menolak penganggaran pembangunan itu pada saat pembahasan saat klinis di Komisi III terhadap RAPBD 2017.
“Penolakan tersebut saya disampaikan kepada Ketua Komisi III (Alvian Indra Wirawan). Namun, penolakan Komisi III itu untuk disampaikan kepada Paripurna sebagai bahan pertimbangan Badan Anggaran (Banggar) dan itu bukanlah keputusan, walau sempat disampaikan saat rapat paripurna,” tutur duta Partai Hanura itu.
Diakui Dedi, saat pembahasan di Banggar, dirinya juga mempertanyakan penganggaran Masjid Terapung sesuai dengan hasil klinis di Komisi. Pada saat itu, menurut duta Fraksi PAN itu, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) telah menyampaikan dan menjelaskan semua regulasi dan rencana jelas pemerintah.
“Akhirnya, disetujui sebanyak Rp12,5 miliar yang dana awal pembangunan masjid terapung itu sebesar Rp20 miliar. Artinya, di sini ada usaha kami di Banggar yang merasionalisasikan anggaran masjid terapung turun menjadi Rp7,5 miliar,” sebutnya.
Ia menambahkan, perencanaan pembangunan ini, merupakan aplikasi dari desain Universitas Kristen Petra Surabaya.
“Mulai dari Batas Kota sampai Amahami, termasuk di dalamnya adalah Masjid Terapung. Itu dituangkan dalam satu kode rekening anggaran untuk pengembangan sektor strategis di bidang pariwisata,” ungkap warga Kelurahan Santi, Kota Bima itu.
Dedi pun mengaku, ada kesalahan dalam pos anggaran dengan ditempatkan dalam pos belanja modal dari pembangunan masjid terapung ini,
“Alasan pemerintah itu tidak ada masalah. Karena pembangunan kawasan strategis Kota Bima koridornya dari Niu, Lawata dan Ama Hami. Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPDA) sudah ada Perdanya. Kerjasama ini didesain oleh Universitas Kristen Petra Surabaya yang bekerja sama dengan Pemkot Bima,” jelas Dedi.
Dikatakannya pula, pembangunan Masjid Terapung ini akan menjadi ikon Kota Bima. “Memang ada Masjid yang belum rampung pembangunannya seperti masjid Agung Al-Muwahidin Bima. Namun, dalam APBD tetap diberikan bantuan dana hibah untuk kelanjutan pembangunan masjid tersebut,” tutup Dedi. (RED)
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.