Dari Kota Berteman Menjadi Kota Angker
https://www.metromini.info/2016/12/dari-kota-berteman-menjadi-kota-angker.html
Kota Bima Berteman. Foto: paramisora.blogspot.com |
Hampir tidak terlihat lagi taman dengan mekaran bunga yang indah. Tidak ada lagi keceriaan yang diukir melalui cat rumah yang menyejukkan pandangan. Susunan sejumlah gedung yang kokoh. Atau kegiatan ekonomi yang biasanya dilakukan masyarakat di sejumlah pasar.
Sekarang, hanya ada tumpukan kayu bekas rumah yang roboh. Hanya ada sampah yang berserakan yang tak terhitung jumlahnya. Kursi-kursi yang terlantar, yang tidak tahu asalnya. Rumah-rumah, sekarang banyak yang tidak memiliki pagar, karena roboh akibat tidak kuat menahan amukan banjir bandang.
Bima yang dulu terang benderang kini menjadi gelap gulita. Sebab, banyak instalasi listrik yang rusak. Begitu juga dengan lampu hias kelap kelip yang selama ini banyak menghiasi taman, kini sudah susah dijumpai. Sebab, taman-taman kini banyak yang menjadi sarang sampah.
Bau menyengat menusuk hingga jantung. Angka penderita gangguan pencernaan semakin tinggi. Bagaimana tidak, setiap hari bergelut dengan lumpur yang kotor dan menjijikkan. Begitu juga dengan angka gangguan pernapasan, karena debu yang telah mengering berterbangan.
Masyarakat yang selama ini tidak pandai meminta, terpaksa harus mengangkat tangan. Meminta belas kasih dari orang lain. Makanan, pakaian layak pakai dan lainnya, sangat mereka butuhkan. Setidaknya sampai mereka kembali bisa berdiri tegak dengan kaki sendiri.
Desember 2016 akan menjadi sejarah dan momok menakutkan bagi masyarakat Bima. Bagaimana tidak, hanya dalam 3 hari saja kota yang indah kini berubah bentuk. Kerugian material dan non material tidak bisa lagi dihitung lagi dengan jari. Jika dinilaikan, kerugian mencapai triliunan.
Sejumlah personil diturunkan. Baik dari personil TNI, Polri, pemerintah maupun swadaya masyarakat. Semua pihak tersebut mencoba mengembalikan senyum ramah dan kebahagiaan Bima. Semua tenaga dikerahkan, baik menggunakan alat seadanya maupun menggunakan alat berat.
Setidaknya, Kota Bima berteman akan kembali menjadi Kota yang Berteman. Bukan kota angker. Atau kota tepian air, seperti tulisan yang bersemayam di tugu perbatasan Kota dan Kabupaten Bima, bukan lagi kota yang berada di dalam air.
Selain derita dan air mata korban Banjir, musibah ini sesungguhnya juga adalah ujian, menggugah rasa cinta. Ujian, seberapa besar kita merasakan sakit ketika anggota badan kita yang lain merasa sakit. Apakah ada tetesan air mata kesedihan ketika saudara kita menangis. Alhamdulillah, semua tergerak hati. Rela tidak makan demi memastikan bantuan makanan cukup untuk korban banjir.
Lihat saja, bagaimana masyarakat di luar Kita Bima memberikan bantuan kepada korban banjir. Setiap hari, ribuan bungkusan nasi disumbangkan kepada korban banjir. Ratusan mungkin ribuan relawan di seluruh tanah air turun ke jalan untuk penggalangan dana. Alhamdulillah, akhirnya ada senyum di dalam kesedihan masyarakat Kota Bima.
Semoga teguran ini menjadikan kita dewasa. Tidak hanya menjadikan Kota Bima berteman tapi juga bersahabat. Kota yang akan selalu dirindukan karena kebersihannya, ketertibannya, keramahan dan sebagainya.
Pesan seorang teman, Mustamin dari Kecamatan Bolo mengingatkan. Sesungguhnya Allah SWT masih menunjukkan rasa cinta-Nya kepada kita. "Saya yakin, Allah SWT hanya mengingatkan kita, itu dibuktikan dengan diturunkan ujian ini di siang hari. Sehingga kita bisa mempersiapkan dan menyelamatkan diri. Bayangkan berapa banyak korban jika ujian ini diturunkan pada malam hari. Untung Allah SWT masih mengingatkan kita, bukan melaknat kita," katanya saat diskusi ringan di tepi Pantai Lawata Kota Bima.***
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan tulisan.